Dia menjelaskan berdasarkan teori Carl von Clausewitz dala buku 'On War (Vom Kriege)' setebal 700 halaman, bahwa perang adalah alternatif terakhir setelah jalur diplomasi menemui jalan buntu.
Teori dari Abad 19 itu dirasanya masih relevan diterapkan untuk kondisi saat ini, tak terkecuali untuk menyikapi perkembangan situasi di Perairan Natuna.
"Karena itulah saya termasuk yang sedih ketika ada situasi di Laut China Selatan, belum lama ini ada suara-suara yang mengusung kemungkinan pecah perang antara RI dengan Tiongkok, 'demi kedalauatan NKRI'. Pemberitaan yang bermula dari informasi di media sosial tersebut kemudian menyulut kemarahan masyarakat karena ketidaklengkapan informasi itu atau ketidakfahaman mengenai beda antara ZEE dan laut teritori nasional. Yang muncul adalah kemarahan atau rasa ketersinggungan yang besar," tutur Luhut.
Baca juga: Pesan dari Kunjungan Jokowi ke Natuna |
"Pada satu sisi saya maklum ini mencerminkan kuatnya nasionalisme masyarakat, tetapi tentu tidak semua perselisihan atau pelanggaran peraturan internasional harus berakhir dengan pecahnya perang. Perang atau 'cara lain' itu tidak pernah menguntungkan siapapun, karena sesungguhnya tidak ada yang benar-benar memenangkan sebuah peperangan," kata Luhut.
Faldi Zon Komentari Jokowi Ke Natuna, Ngabalin: Pakai Otak yang Sehat
(dnu/imk)