Terungkapnya pembantaian tersebut atas inisiatif pasukan pemelihara perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memutuskan untuk masuk ke desa tersebut setelah menerima laporan adanya dugaan penembakan atas warga sipil tak bersenjata.
Pasukan PBB dari Cheshire Regiment, Angkatan Darat Inggris yang tiba di lokasi menemukan bangunan masjid yang dihancurkan. Sejumlah rumah hangus terbakar sampai rata dengan tanah. Nyaris tidak ada tanda-tanda kehidupan. Namun "bau" kematian ada di setiap penjuru desa. Bangkai hewan-hewan peliharaan yang dibunuh dibiarkan tergeletak di jalan-jalan desa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok milisi bersenjata etnis Kroasia yang bernama "Joker" dituding berperan dalam pembantaian itu. Anggota kelompok ini punya ciri mengenakan kemeja hitam. Mereka membangun reputasi sebagai "pasukan operasi khusus" melalui penggunaan kamuflase dan persenjataan canggih.
Pimpinan paramiliter ini bernama Vladimir Santic alias Vlado. Sebelum konflik Yugoslavia, Vlado bekerja sebagai polisi. Saat perang dia bergabung dengan HVO (Croatian Defence Council) dan menjadi salah satu pimpinan polisi militer.
Saat Pengadilan Kriminal Internasional untuk Yugoslavia dibentuk berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB pada 25 Mei 1993, sejumlah orang yang terlibat dalam pembantaian di Ahmici ditetapkan sebagai penjahat perang. Vlado memutuskan menyerahkan diri bersama bawahannya Drago Josipovic, Zoran Kupreskic, dan Mirjan Kupreskic pada 6 Oktober 1997.
Sementara satu tersangka lainnya, Vlatko Kupreskic ditangkap pasukan Belanda yang bergerak dalam koordinasi North Atlantic Treaty Organization (NATO) pada 18 Desember 1997. The Washington Post melaporkan pasukan Belanda menyerbu rumah persembunyian Vlatko di desa Santici. Karena melawan Vlatko terpaksa ditembak dalam penangkapan itu.
Dalam pengadilan Vlado didakwa berperan aktif dalam pembunuhan warga sipil Muslim Bosnia di Ahmici, penghancuran rumah dan properti Bosnia dan pengusiran Muslim Bosnia dari wilayah tersebut. "...kekejian yang menjijikkan dan membuat kita semua bergidik ngeri dan malu," ujar salah seorang hakim dalam pengadilan tersebut seperti yang dikutip dari The Washington Post.
Pengadilan panjang yang digelar selama 15 bulan dengan mendengar kesaksian 158 orang itu menghukum Vlado dengan hukuman penjara selama 25 tahun. Namun kemudian ketika usaha bandingnya dikabulkan, hukuman atas Vlado diubah jadi 18 tahun penjara.
Halaman 2 dari 2