Syahdan. Pada 627 Masehi, setiap pagi ada seorang pengemis tua duduk di salah satu sudut pasar Kota Madinah. Badannya yang ringkih terbungkus kain lusuh nan usang. Sesekali kepalanya bergerak-gerak, berusaha mencari suara langkah kaki yang biasa datang dan menyuapinya makanan setiap pagi.
Ya, pengemis itu tunanetra. Dia tak bisa melihat. Untuk mengenali orang yang datang, dia biasa menghafal dari langkah kaki mereka. Kebetulan tak ada penduduk Madinah yang mau mendekatinya, kecuali satu orang, yaitu Nabi Muhammad Shalallahu alaihi Wasallam. Tak hanya datang, sang penghulu nabi dan rasul itu juga menyuapkan makanan kepada si pengemis. Namun sang pengemis yang saat itu belum masuk Islam tak tahu bahwa orang yang biasa datang dan menyuapinya makanan adalah Nabi Muhammad.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang yang datang itu tak lain adalah Nabi Muhammad Shalallahu alaihi Wasallam. Seperti biasa, Rasulullah kemudian menyuapkan makanan kepada si pengemis. Menjadi kebiasaan Rasulullah akan menghaluskan makanan terlebih dahulu sebelum disuapkan, sehingga si pengemis tak kesulitan mengunyah.
Namun rupanya si pengemis yang saat itu belum masuk Islam begitu membenci Nabi Muhammad. Hampir kepada semua orang yang dia temui selalu diajak membenci Muhammad.
Kata-kata itu juga dia ucapkan kepada Nabi Muhammad, satu-satunya orang yang mau menyuapinya makanan. "Janganlah sekali-kali engkau mendekati Muhammad. Sebab, dia itu orang gila, pembohong, dan tukang sihir! Engkau akan dia pengaruhi kalau mendekat," kata si pengemis kepada Muhammad.
Rasulullah, yang sejak kecil memiliki akhlak mulia, tak marah, apalagi dendam kepada si pengemis. Setiap pagi Nabi Muhammad selalu datang dan menyuapi pengemis tersebut. Dia baru akan pergi setelah memastikan pengemis tersebut kenyang. Padahal setiap kali didatangi Muhammad, si pengemis selalu mencaci Rasulullah.
Hingga suatu hari sang pengemis merasa heran karena yang menyuapinya makanan orang lain. Suara langkah kaki, cara menyuapkan makanan, serta nada bicaranya berbeda dengan yang biasanya.
Ya, saat itu bukan lagi Nabi Muhammad SAW yang menyuapkan makanan kepada si pengemis. Rasulullah telah wafat. Abu Bakar As-Siddiq, yang kemudian menjadi khalifah, mendatangi si pengemis dan menyuapinya makanan.
Namun baru pada suapan pertama, si pengemis justru marah kepada Abu Bakar. "Siapa kamu. Kamu bukan orang yang bisa menyuapi aku," kata si pengemis.
"Aku orang yang biasa menyuapimu," jawab Abu Bakar.
"Bukan! Kamu bukan orang yang biasa menyuapiku," kata si pengemis dengan suara keras.
"Jika benar kamu yang biasa menyuapiku, tidak akan susah aku mengunyah makanan ini. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menghaluskan makanan terlebih dahulu. Barulah kemudian dia menyuapiku dengan makanan itu," kata si pengemis dengan nada kesal.
Sang Amirul Mukminin tak kuasa menahan tangis, teringat Rasulullah yang belum lama mangkat. "Aku memang bukan orang yang biasa datang dan menyuapimu. Aku Abu Bakar, sahabat beliau. Orang mulia yang biasa datang dan menyuapimu itu telah tiada. Dia adalah Nabi Muhammad SAW," kata Abu Bakar sambil terisak.
Betapa terkejutnya si pengemis begitu tahu bahwa pria baik hati yang biasa datang dan menyuapinya adalah Nabi Muhammad SAW, orang yang selama ini dia benci. Dia pun menangis, menyesal selalu mencaci, menghina, dan memfitnah Rasulullah.
Rasulullah tak pernah sekali pun marah kepada si pengemis. Padahal setiap kali Nabi datang menyuapi, bukan mendapat ucapan terima kasih, melainkan hinaan yang diterima. Sejak itu, di hadapan Abu Bakar, si pengemis yang belum masuk Islam itu lalu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Si pengemis tunanetra masuk Islam karena kemuliaan akhlak Nabi Muhammad SAW.
Kisah disarikan dari buku Sirrah Nabawiyah, karya Abdul Hasan 'Ali al Hasani an-Nadwi, Novel Biografi Muhammad SAW oleh Tasaro GK. Setiap sore Tim Hikmah detikcom menurunkan kisah-kisah inspiratif dari Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Selengkapnya bisa dibaca di sini. (erd/lus)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini