"Kita nyebutnya radical terrorism. Jadi supaya tidak ada, sebab radikal ini kan bisa diartikan macam-macam jadi kita sambungkan saja menjadi radical terrorism," kata Ma'ruf di Istana Wakil Presiden, Jalan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (8/1/2020).
Dia mengatakan pemerintah ingin melakukan penanggulangan potensi terorisme sejak hulu hingga ke hilir. Salah satunya lewat kontra-radikalisasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menko Polhukam Mahfud Md yang hadir dalam rapat ini mengatakan ada 11 pimpinan Kementerian yang mengikuti rapat tersebut. Dia mengatakan tiap kementerian punya cara berbeda-beda dalam penangkalan radikal terorisme.
"Terpenting pesannya pemerintah sekarang sedang menyiapkan langkah-langkah yang lebih operasional. Setiap kementerian tadi sudah ada tugasnya masing-masing mulai dari Mendikbud, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menkominfo, Menpan RB, dan sebagainya, ada 11, Mendagri, semuanya itu punya tugas," ucap Mahfud.
Simak Video "Polisi Sebut 'Koboi' Lamborghini Tidak Terkait Terorisme"
Mahfud mengatakan radikal terorisme dimulai dari sikap intoleran. Dia menyebut ada tiga sikap yang menunjukkan gejala radikal terorisme.
"Satu, suka menyalahkan orang lain tidak mau kalau orang lain berbeda dengan dia. Itu disebut takfiri. Kedua, itu jihadis, berbeda dibunuh saja, itu teror. Yang ketiga, ideologis perang wacana yang masuk ke sekolah-sekolah ke masjid-masjid, nyelusup ke berbagai institusi," ucap Mahfud.
Kepala BNPT Suhardi Alius mengungkap upaya-upaya lain yang akan dilakukan. Dia memberikan contoh upaya penanganan radical terrorism di lingkup Kemendikbud dan Kemenpan RB.
"Contohnya dari Kementerian Pendidikan dan lainnya juga akan mengaktifkan kembali contohnya adalah upacara 17-an, kemudian apel-apel di sekolah sehingga betul-betul mereka punya pembangunan karakter yang cukup. Itu langkah-langkah dari kementerian pendidikan yang kita usulkan termasuk di Kementerian Agama karena mengelola pendidikan di situ," ucap Suhardi.
"Langkah-langkah di kementerian lain seperti Kemenpan tentunya aturan-aturan berkaitan dengan masalah berkaitan dengan ASN juga telah kita siapkan. Mudah-mudahan kita bisa implementasikan segera pada bulan Januari, paling lambat Februari yang akan datang," lanjutnya.
Suhardi juga menjelaskan alasan penggunaan istilah radikal terorisme. Menurutnya, istilah itu ada di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 terkait Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Kenapa menggunakan istilah radikal terorisme itu dalam undang-undang. Jadi ada lagi berdebat masalah radikalisme mengindikasikan sesuatu, tidak. Radical terrorism ada dalam undang-undang," ucap Suhardi.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini