Sadako masih berumur dua tahun saat "Little Boy" yang membawa sekitar 64 kilogram Uranium-235 menghantam daratan tanah kelahirannya pada 6 Agustus 1945 pagi. Bom yang dibawa pesawat pembom B-29 itu membumihanguskan Hiroshima dan menewaskan 140 ribu orang.
Kediaman keluarga Sadako berada sekitar 2 kilometer dari titik jatuhnya bom. Mereka berhasil menyelamatkan diri. Sadako sendiri disebut tidak mengalami luka-luka bakar. Namun rumah keluarga mereka terbakar habis dalam peristiwa tragis itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jelang akhir November 1954, Sadako terkena flu. Di leher dan belakang telinganya muncul benjolan yang makin lama makin membesar. Beberapa bulan kemudian bintik-bintik ungu terlihat di kaki kirinya.
Saat dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih intensif, dokter mendiagnosis Sadako terkena leukimia. Dokter pun memberitahu keluarga bahwa usia Sadako tak lebih dari setahun. Tidak seorang pun keluarganya yang percaya. Pada 21 Februari, Sadako memasuki Rumah Sakit Palang Merah Hiroshima.
Waktu itu mereka menyebut leukemia sebagai "penyakit bom atom". Hampir setiap orang yang menderita penyakit ini meninggal, dan Sadako sangat ketakutan. Sadako ingin kembali ke sekolah. Namun dia harus tinggal di rumah sakit tempatnya menangis dan menangis.
![]() |
Tak lama kemudian, sahabatnya, Chizuko Hamamoto, datang mengunjunginya. Chizuko membawa beberapa origami (kertas lipat). Dia memberi tahu Sadako tentang legenda, bahwa bangau, seekor burung suci di Jepang, dapat hidup selama seratus tahun. Jika orang yang sakit melipat 1.000 bangau kertas, maka orang itu akan segera sembuh.
Setelah mendengar legenda itu, Sadako memutuskan untuk melipat 1.000 bangau dengan harapan bisa sembuh kembali. Dia terus melipat bangau dengan ceria dan penuh harapan meskipun sangat kesakitan. Sampai tiba suatu titik dimana dia tidak bisa melipat lagi dan kemudian wafat dalam usia 12 tahun dengan 644 bangau kertas di kamarnya.
Semua orang sangat sedih. Teman-teman sekelas Sadako memutuskan untuk membentuk klub bangau kertas untuk menghormatinya. The Japan Times menyebut teman-teman Sadako berjanji di depan jasadnya yang dikremasi bahwa mereka akan membangun sebuah monumen untuk menghormatinya.
Berita menyebar dengan cepat. Upaya mereka memicu gerakan perdamaian anak-anak dan kampanye penggalangan dana di seluruh Jepang. Siswa dari 3.100 sekolah dan dari 9 negara asing memberikan donasi untuk tujuan tersebut.
Pada tanggal 5 Mei 1958, hampir 3 tahun setelah Sadako wafat dari donasi yang terkumpul dibangunlah sebuah monumen untuk menghormatinya. Monumennya sekarang dikenal sebagai Monumen Perdamaian Anak-anak, dan terletak di pusat Taman Perdamaian Hiroshima, dekat dengan tempat bom atom dijatuhkan.
Sebuah tulisan terukir di bawah patung, "Ini tangisan kami, ini doa kami, damai di dunia."
Halaman 3 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini