Banjir bandang disebabkan hujan deras tak putus-putus merundung kawasan DKI Jakarta dan Daerah Aliran Sungai Ciliwung sejak akhir Januari 2007 yang mencapai puncaknya awal Februari 2007.
Sutopo Purwo Nugroho, yang saat itu peneliti di Pusat Teknologi Pengelolaan Lahan, Wilayah, dan Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyebut curah hujan yang tinggi itu karena adanya daerah dengan tekanan udara rendah di Australia bagian utara dan adanya daerah pertemuan angin pada posisi sekitar Laut Jawa hingga Laut Banda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kantor Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengeluarkan laporan yang menyebut banjir itu menggenangi sekitar 60% wilayah Jakarta. Tinggi genangan di setiap kawasan beragam, tercatat di wilayah Kampung Melayu mencapai sekitar 7 meter.
Akibatnya prasarana utama, kegiatan distribusi bahan pokok dan bahan bakar jadi lumpuh. Jalannya roda perekonomian di Jakarta pun porak-poranda terimbas terjangan banjir bandang tersebut. Aktivitas Jakarta yang biasanya normal menjadi ambyar.
Laporan kementerian melansir nilai kerusakan dan kerugian terhadap aset yang terkena banjir, baik aset milik pemerintah, aset dunia usaha dan aset masyarakat ditaksir senilai Rp 5,16 triliun dengan potensi kerugian ekonomi mencapai Rp 3,6 triliun.
Tak hanya soal materi, sejalan dengan intensitas curah hujan, terjadi pengungsian besar-besar warga yang huniannya terendam. Pengungsi terbanyak yaitu pada tanggal 5-6 Februari 2007 dengan jumlah lebih dari 590 ribu orang di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Banjir itu juga merenggut 79 orang korban jiwa.
detikcom memberitakan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengeluhkan macetnya anggaran proyek pembangunan banjir kanal timur (BKT) yang 'dipropagandakan' olehnya sebagai satu-satunya solusi mengatasi banjir di Jakarta. "Selama BKT belum jadi, tidak mungkin meniadakan banjir di Jakarta," ujarnya seperti dikutip detikcom, 31 Januari 2007.
Alhasil mantan Panglima Kodam Jaya ini pun dihujani kecaman dari berbagai penjuru. Setelah bencana itu ratusan korban mendatangi Balai Kota DKI Jakarta mendemonya. Mereka menggelar kasur, bantal guling, kompor, tas sekolah yang telah terendam banjir.
Korban-korban ini juga membentangkan spanduk bertulis "Rakyat banjir air, pejabat banjir duit" dan "Rp 5 Triliun dana banjir ke mana". Sejumlah kebijakan Bang Yos juga dikritik seperti pembangunan gedung dan bangunan yang menghabisi lahan hijau, tata kota yang amburadul, hingga sistem drainase yang buruk.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini