Banjir Zaman Penjajahan: Batavia di Bawah Air, Kolera Maut Menyebar

Mesin Waktu

Banjir Zaman Penjajahan: Batavia di Bawah Air, Kolera Maut Menyebar

Pasti Liberti Mappapa - detikNews
Kamis, 02 Jan 2020 14:13 WIB
Foto: Ilustrasi banjir bandang (Andhika-detikcom)
Jakarta - Pada awal tahun, 127 tahun lalu Batavia yang sekarang disebut Jakarta diguyur hujan sangat lebat selama delapan jam. Akibatnya banjir melanda wilayah pusat pemerintahan Weltevreden. Weltevreden saat ini masuk dalam kawasan Gambir, Jakarta Pusat dan sekitarnya.

Restu Gunawan dalam buku 'Gagalnya Sistem Kanal' menuliskan hujan yang turun di Batavia mencapai 286 mm. Akibat curah hujan sangat tinggi itu, beberapa daerah di Weltevreden mengalami banjir.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak hanya di daerah kota, daerah pinggiran Batavia yang merupakan aliran Sungai Ciliwung juga kebanjiran seperti Pasar Minggu. Banjir ini membuat rel kereta api yang menghubungkan Batavia dengan Buitenzorg (kini Bogor) nyaris terendam.

"Ini hujan besar akhirnya tidak sanggup dikerjakan oleh saluran-saluran air di dalam kampung," tulis harian Siang Po edisi 2 Januari 1892 yang kemudian dikutip Restu dalam bukunya karangannya itu.

"Hingga tidak heran jikalau itu pagi orang-orang yang tinggal di bilangan-bilangan rendah letaknya pada jadi celangap (ternganga) ketika lihat mereka punya rorak rumah kerendam."

Namun menurut laporan Siang Po itu juga, tidak semua merasa kesusahan dengan datangnya banjir. "Yang girang adalah bocah-bocah yang pating (berulang-ulang) lelompatan di air banjir dan main getek-getekan."

Setahun berselang persis di awal tahun baru juga, banjir kembali membuat Batavia terendam. Kali ini banjirnya meluas sampai ke daerah Kampung Kepu, Bendungan, Nyonya Wetan, dan Kemayoran. Daerah ini adalah kampung bumiputera.


Banjir juga membuat daerah Sawah Besar, Kebon Jeruk, Tanah Sereal, Tanah Tinggi, Sumur Batu terendam sampai setinggi satu meter. Sementara di kawasan Pasar Ikan yang sekarang dikenal sebagai Kampung Akuarium setinggi setengah meter.

"Banjir tidak hanya merusak jalan-jalan Weltevreden, tetapi juga merusak perekonomian," tulis Restu yang juga Direktur Kesenian Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kondisi banjir ini sangat menyusahkan penduduk Batavia. Pasalnya pada waktu itu juga sedang berjangkit wabah penyakit kolera. "Sehingga banyak penduduk yang meninggal," sebut Restu.

Setelah itu banjir tidak pernah absen melanda Batavia. Restu mencatat banjir besar terjadi lagi pada 1895, 1899, 1904, lalu 1909. Pada 1909 daerah yang dilanda banjir kawasan sekitar Waterlooplein yang kini menjadi Lapangan Banteng.

Kawasan Waterlooplein itu disebut jadi mirip danau. Banjir yang disebabkan luapan Sungai Ciliwung itu membuat harian De Locomotief mengkritik kerja pemerintah dalam menangani banjir dengan artikelnya "Batavia Onder Water" yang artinya "Batavia di Bawah Air".
Halaman 2 dari 3
(pal/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads