"Kondisi saat ini menggambarkan bahwa negara memang tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi. Kelembagaan KPK telah dilemahkan melalui proses legislasi revisi UU KPK dan para pelaku korupsi justru dikurangi hukumannya di pengadilan," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Selasa (17/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ironi, satu sisi KPK sedang berupaya membongkar mafia peradilan, namun seakan 'dibalas' oleh MA dengan mengurangi hukuman dari terdakwa korupsi," ujarnya.
Dia menyebut selama ini ada pola-pola korupsi yang terjadi di dunia peradilan. Pola yang paling sering digunakan adalah menyuap hakim agar menjatuhkan putusan yang menguntungkan untuk salah satu pihak.
Menurut ICW, MA harus segera berbenah agar kondisi itu tak terus-menerus terjadi. ICW juga menuntut Ketua MA selektif dalam menentukan komposisi hakim.
"Ketua Mahkamah Agung selektif dalam menentukan komposisi majelis yang akan menyidangkan setiap kasus korupsi, baik tingkat kasasi maupun peninjauan kembali," tutur Kurnia.
ICW juga menuntut adanya pengawasan persidangan di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK). Selain itu, hakim MA diminta menolak seluruh permohonan PK terkait kasus korupsi.
"Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Yudisial mengawasi proses jalannya persidangan di tingkat kasasi maupun peninjauan kembali," kata dia.
"Majelis hakim di Mahkamah Agung harus menolak seluruh permohonan peninjauan kembali dari para terpidana kasus korupsi," imbuhnya.
Diketahui, MA menyunat hukuman Lucas. Awalnya, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada Lucas. Hukuman Lucas dikurangi menjadi 5 tahun penjara di tingkat banding, kemudian ditingkat kasasi MA menyunat hukuman Lucas dari 5 tahun menjadi 3 tahun penjara.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini