Awalnya pada tahun 2010 PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) menggugat perdata PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN). Untuk mengurus perkara itu PT MIT melalui direkturnya yang bernama Hiendra Soenjoto memberikan cek sebanyak 9 lembar pada Rezky.
Cek itu diberikan agar Rezky mengurus 2 perkara yaitu:
- Peninjauan Kembali atas atas putusan Kasasi Nomor 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN; dan
- Proses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akan tetapi, kemudian PT. MTI kalah dan karena pengurusan perkara tersebut gagal maka tersangka HS (Hiendra Soenjoto) meminta kembali 9 lembar cek yang pernah diberikan tersebut," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2019).
"Diduga terdapat pemberian uang dari tersangka HS (Hiendra Soenjoto) kepada NHD (Nurhadi) melalui tersangka RHE (Rezky Herbiyono) sejumlah total Rp 33,1 miliar," kata Saut.
"Transaksi tersebut dilakukan dalam 45 kali transaksi. Pemecahan transaksi tersebut diduga sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan karena nilai transaksi yang begitu besar. Beberapa kali transaksi juga dilakukan melalui rekening staf RHE," imbuh Saut.
KPK rupanya juga mengusut penerimaan gratifikasi yang diduga dilakukan Nurhadi melalui Rezky pada kurun Oktober 2014-Agustus 2016. Total penerimaan gratifikasi sekitar Rp 12,9 miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian.
"Penerimaan-penerimaan tersebut, tidak pernah dilaporkan oleh NHD kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi sehingga, secara keseluruhan diduga NHD melalui RHE telah menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT MTI serta suap/gratifikasi dengan total Rp 46 miliar," kata Saut.
![]() |
Halaman 3 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini