Mendagri soal Jeda 5 Tahun Eks Koruptor Maju Pilkada: MK Ambil Jalan Tengah

Mendagri soal Jeda 5 Tahun Eks Koruptor Maju Pilkada: MK Ambil Jalan Tengah

Faiq Hidayat - detikNews
Minggu, 15 Des 2019 01:02 WIB
Foto: Mendagri Tito Karnavian (Puspen Kemendagri)
Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait jeda eks koruptor baru bisa ikut pilkada setelah 5 tahun keluar penjara sebagai jalan tengah. Tito menegaskan pemerintah tidak bisa mengintervensi putusan tersebut.

"Saya lihat keputusan MK mengambil jalan tengah. Kita tidak intervensi yaitu napi koruptor boleh ikut setelah 5 tahun lepas. Artinya teori pembalasan ada dihukum, ditambah 5 tahun nggak boleh nyalon nanti, kemudian teori rehabilitasi masih dikasih kesempatan tidak dicabut hak politiknya, kecuali dicabut oleh pengadilan," kata Tito dalam acara Mukernas PPP di Grand Sahid Hotel, Jl Sudirman, Jakarta, Sabtu (14/12/2019).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Tito, dalam hukum pidana ada teori pembalasan dan teori rehabilitasi. Yang dimaksud teori pembalasan, seorang narapidana tidak boleh dikasih kesempatan mencalonkan pemilu. Sedangkan teori rehabilitasi adalah diberikan kesempatan untuk memperbaiki dan boleh mencalonkan pemilu.

"Nah kaitannya dengan napi eks koruptor masalah apakah mereka boleh ikut apa enggak serahkan saja, mau pilih teori pembalasan atau mau teori rehabilitasi. Kalau teori pembalasan jangan dikasih kesempatan balas, tapi kalau mau teori rehabilitasi dianggap sudah selesai keluar dia sudah lurus diberi kesempatan untuk memperbaiki diri termasuk boleh mencalon," kata dia.



Selain itu, Tito mengatakan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) menjadi pengawas KPU dan Bawaslu dalam pemilu. Jika KPU dan Bawaslu melanggar dalam pelaksanaan pemilu bisa dikenakan pidana.

"Kita pemerintah Mendagri tidak akan intervensi. Dari tingkat DKPP dianggap netral selama ini bahwa ada tindakan tegas kalau dia melanggar baik KPU ataupun Bawaslu bila perlu dipidanakan. Kalau saya mau memang kode etik tapi bisa merekomendasikan hukum pidana kalau ada yang melanggar," jelas Tito.

"Karena apa hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya kekisruhan pemilu mayoritas dilakukan karena oleh penyelenggara baik karena manajemen yang kurang pas atau integritasnya yang money politik pertemanan dan lain-lain," sambung dia.



Sebelumnya, MK menyatakan UU 10 tahun 2016 pasal 7 ayat 2 huruf bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara beryarat.

Dalam putusannya, MK memutuskan melakukan pengubahan bunyi untuk pasal 7 ayat 2 huruf g. Di mana dalam pengubahan disebutkan, pencalonan dapat dilakukan bagi mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana.



Berikut isi perubahan pasal sesuai putusan MK:

1. tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap pidana yang melakukan tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik. dalam suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif, hanya karena pelakunya memiliki pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.

2. bagi mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jatidirinya sebagai mantan terpidana dan

3. bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads