"Pembelian pesawat tersebut menurut saya adalah sesuatu yang kontraproduktif dengan fakta yang ada. Angka kemiskinan Aceh masih nomor satu di Sumatera," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh Taqwaddin kepada wartawan, Rabu (11/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya, dengan masih banyaknya rumah tidak layak huni di Aceh, Pemerintah Aceh memberikan perlindungan kepada masyarakat miskin dengan membangun rumah duafa," jelas dosen di Universitas Syiah Kuala ini.
"Begitu pula dalam hal kesejahteraan yang masih begitu rendah dan investasi yang minim, menurut saya sangat belum tepat momentumnya Pemerintah Aceh membeli pesawat," ungkapnya.
Taqwaddin mengaku belum mengetahui anggaran yang diplotkan untuk pembelian pesawat sudah mendapat persetujuan dari DPR Aceh atau belum. Dia menyarankan pihak legislatif tidak menyetujui rencana pembelian pesawat tersebut.
"Seharusnya rakyat miskin yang jumlahnya 15,32% harus terlebih dahulu disejahterakan agar mereka juga nantinya bisa naik pesawat. Jika yang miskin dan pengangguran tidak diberdayakan, maka kesannya pesawat ini dibeli dengan maksud digunakan oleh PNS, yang notabene akan makin memperbesar belanja pegawai," bebernya.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh memesan 4 unit pesawat Nurtanio (N219) produksi PT Dirgantara Indonesia (DI). Diharapkan 4 unit pesawat karya anak bangsa tersebut bisa mengudara 2022.
Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengatakan pemerintah Aceh memang tengah membutuhkan pesawat perintis untuk memperbanyak sarana transportasi udara antar pulau. Mengingat saat ini frekuensi penerbangan udara di Aceh masih minim.
"Saat ini Aceh hanya punya 5 bandara (perintis) yang mana dalam satu pekan frekuensinya hanya 2 penerbangan. Kita ingin meningkatkan itu, sehingga konektivitas (udara) antar wilayah jadi prioritas," kata Nova disela-sela MoU di kantor PT DI, Kota Bandung, Senin (9/12).
Halaman 3 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini