PDIP Soal Sindiran Grasi Annas Maamun: Jokowi Tahu Kapan Tegas ke Koruptor

PDIP Soal Sindiran Grasi Annas Maamun: Jokowi Tahu Kapan Tegas ke Koruptor

Matius Alfons - detikNews
Rabu, 11 Des 2019 07:22 WIB
Foto: Wakil Ketua Komisi III Herman Hery. (Rolando-detikcom)
Jakarta - Politikus PDIP Herman Hery merespons sindiran Setara Institute yang menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak konsisten berantas korupsi karena memberikan grasi kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun. Herman menilai Jokowi tahu kapan memberi hukuman keras dan memakai hati nurani kepada koruptor.

"Beliau paham, kapan memainkan hati nurani dengan alasan kemanusiaan dan kapan bersikap tegas dalam menyikapi para penjahat terhadap negara dalam hal korupsi," kata Herman Hery, saat dihubungi, Selasa (10/12/2019).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pria yang menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR RI ini juga mengatakan Jokowi memiliki leadership yang tegas dalam mengambil sikap terhadap persoalan mengganggu kewibawaan negara. Menurutnya, sikap Jokowi terkait hukuman mati akan mengikuti aturan konstitusional.

"Terkait hukuman mati bagi koruptor, sikap Pak Jokowi jelas, silakan berproses secara aturan main konstitusional, kalau sebagian besar rakyat setuju, kenapa tidak? Asalkan melewati proses konstitusi yang benar dan bermartabat, bukan lewat desakan demo alias parlemen jalanan," ucap Herman.



Annas Maamun Dapat Grasi, Bagaimana Dengan 4.408 Napi Manula?:



Setara dalam kritiknya menilai hukuman terhadap koruptor belum memberikan efek jera. Apalagi, selalu ada kortingan hukum. Merespons itu, Herman mengatakan, keputusan pengurangan hukuman adalah kewenangan hakim yang tidak bisa diganggu dan sesuai aturan perundang-undangan.

"Bukan berdasarkan opini publik, atau pendapat orang maupun kelompok," ucapnya.



Sebelumnya, Setara Institute menolak wacana hukuman mati untuk koruptor. Hukuman mati dinilai melanggar hak untuk hidup.

"Buat kami hukuman mati tetap kita tolak, karena itu melanggar hak hidup. Hak hidup adalah fundamental rights, non-derogable rights, hak yang tidak bisa ditunda pemenuhannya. Jadi tidak bisa ditawar. Hak hidup itu hanya bisa dicabut oleh Tuhan yang memberi kita nyawa," kata Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani, di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).

Menurut Ismail, yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah penegakan hukum yang adil. Ismail menyebut pola penegakan hukum di Indonesia saat ini belum bisa menimbulkan efek jera.

Ismail juga menyoroti sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mewacanakan hukuman mati untuk koruptor setelah sebelumnya memberikan grasi kepada terpidana korupsi Annas Maamun yang merupakan eks Gubernur Riau. Menurutnya, dengan sikap itu, Jokowi tidak punya kepemimpinan yang tegas dalam penegakan hukum.

"Ya itu menggambarkan bahwa dalam isu ini Pak Jokowi tidak punya leadership. Jadi nggak punya leadership dalam penegakan hukum, dalam penanganan isu HAM dan lain-lain. Karena kemarin dia beri grasi, tapi hari ini dia buka kemungkinan soal hukuman mati," ucap Ismail.
Halaman 2 dari 2
(maa/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads