"Perdebatan soal KKR ini kemudian mandek karena selalu perdebatannya adalah pilihan mana yang akan ditempuh oleh negara, apakah jalur yudisial atau jalur non-yudisial. Nah itu mestinya dikesampingkan, yang penting ungkap dulu kebenarannya," kata Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).
Ismail menuturkan pihaknya lebih cenderung agar kebenaran terkait kasus itu diungkap terlebih dahulu. Seban, KKR adalah komisi kebenaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ismail mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mendesain soal Komite Kepresidenan Pengungkapan Kebenaran. Menurutnya, komite itu sebaiknya dijalankan untuk menekan politisasi dalam upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.
"Kalau di awal sudah desainnya adalah rekonsiliasi, pasti korban tentu saja tidak akan setuju, lalu pihak-pihak yang merasa berkepentingan juga akan mempolitisir proses di hulu ini dan seterusnya," ujar Ismail.
Untuk diketahui, UU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR) masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2020. Menurut Ismail, proses pembahasan UU itu akan memakan waktu lama dan baru selesai dua hingga tiga tahun mendatang.
"Jangan lupa, lama juga, RUU KKR ini bisa dua-tiga tahun (dibahas), lalu tahun keempat baru dibentuk misalnya komisi itu, nggak akan ada pekerjaan apapun. Saya tidak yakin (RUU KKR selesai di periode ini), sepanjang konsep yang ditawarkan adalah konsep yang ideal," ucapnya.
Di sisi lain, Ismail menganggap negara saat ini sebagai gerbong kereta yang tidak bisa dihentikan. Menurut Ismail, apapun yang dikehendaki pemerintah sekarang akan terwujud meski mendapat berbagai penolakan dari masyarakat.
"Tetapi kita kan semua sadar nih bagaimana negara ini kayak gerbong kereta yang nggak bisa disetop. Mau mahasiswa setuju, jurnalis nggak setuju, mahasiswa nggak setuju, elemen civil society nggak setuju, pemerintah jalan saja," tutur Ismail.
"Atau dengan kata lain, sekarang era di mana negara sangat kuat, negara sangat supreme dari warga negara, sehingga apapun yang dikehendaki oleh negara itu berjalan, meskipun harus mengingkari amanat rakyat. Kita bisa simak di banyak isu," lanjut dia.
Simak Video "Kata Komisi III soal Pengesahan UU KPK Baru Dituding Tak Kuorum"
Sementara itu, Ismail juga mendukung Komnas HAM diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam kasus pelanggaran HAM dan tidak hanya berhenti pada pemberian rekomendasi. Karena itu, Ismail mendorong UU Komnas HAM direvisi.
"Saya setuju revisi UU Komnas HAM masuk Prolegnas hari ini ya, dan kita dorong Komnas HAM diberikan kewenangan penyidikan. Karena apa? yang membedakan Komnas HAM dengan LSM adalah kewenangan penyidikannya gitu," tutur Ismail.
Ismail menilai jika tak punya kewenangan penyidikan, Komnas HAM tidak akan ada bedanya dengan LSM yang bertugas melakukan kajian dan mendampingi para korban. Pemberian kewenangan penyidikan kepada Komnas HAM dinilainya akan membuat upaya penegakan HAM lebih efektif.
"Jadi saya dukung lah itu, beri dia kewenangan penyidikan, sehingga efektif nih upaya upaya penegakan, khususnya pengadilan HAM ya," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini