Dalam catatan Antara, Minggu (8/12/2019), RUU KKS pada DPR RI periode 2014-2019 sempat diusulkan atas inisiatif anggota Badan Legilatif DPR, namun batal disahkan hingga berakhirnya periodisasi DPR.
Dalam periode 2019-2024, RUU KKS masuk dalam Prolegnas tetapi sifatnya tidak "dilimpahkan" karena masa kerja terlanjur selesai, karena DPR, pemerintah, dan DPD hanya menyepakati empat RUU yang pelimpahan, yaitu RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 13/1985 tentang Bea Materai, RUU tentang KUHP, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan, dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara .
Karena RUU KKS tidak masuk dalam RUU yang dilimpahkan itu maka pembahasannya harus dimulai dari nol meskipun naskah rancangan RUU tersebut sudah ada ketika diajukan pada periode lalu.
Menurut dia, meskipun Naskah Akademik (NA) sudah disiapkan namun baru dalam tahap awal sehingga pembahasannya tidak akan melihat draf RUU KKS yang lama.
Menurut dia, tantangan dalam dunia siber nasional banyak sekali sehingga kalau tidak ada aturan yang jelas maka nanti acuan hukumnya tidak ada dalam memberikan hukum bagi pelaku kejahatan siber sehingga dibutuhkan UU yang secara khusus mengatur keamanan siber nasional.
Ia menilai penting terkait payung hukum yang mengatur siber nasional, karena serangan siber datang silih berganti, baik dari dalam maupun luar negeri sehingga dibutuhkan antisipasi.
Ia mencontohkan banyak informasi bohong atau hoaks dan penipuan jual beli daring berasal dari luar negeri dan pelakunya adalah orang Indonesia namun proxy account berasal dari luar negeri.
Karena itu dia menilai diperlukan payung hukum yang pasti dan mengatur agar penegak hukum jelas rujukan hukumnya seperti apa.