"Kita ada unit pengaduan rujukan yang bisa menerima pengaduan dari masyarakat yang setiap hari bisa datang tapi tidak menangani kasus. Lebih kepada konsultasi kemudian nanti di-report kepada lembaga yang tepat," kata Komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus, Kamis (5/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap daerah itu ada P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak). Jadi sebetulnya di situ kalau misalnya si korban bisa datang. Tapi kadang bisa saja masyarakat apakah tahu ada pelayanan itu. Jadi, kita sendiri belum terima pengaduan juga. Kita harus berdasar pengaduan juga," tuturnya.
Magdalena sendiri menilai seorang suami yang meninggalkan istri gara-gara anaknya cacat perbuatan tak bertanggung jawab. Dia menganggap tak ada alasan suami meninggalkan istri gara-gara anak cacat.
"Sebetulnya iu tidak beralasan karena anak cacat istri ditinggalkan. Itu anak dilahirkan, ya harus ditanggungjawabi secara bersama sebagai suami istri," ucap Magdalena.
Sebelumnya, kisah Dina yang mengaku ditinggal suami gara-gara anaknya lahir dalam kondisi cacat bikin heboh warga Surabaya. Anaknya mengalami cacat pada bagian wajah.
Selama ini Dina tinggal di rumah kontrakan berukuran 2 x 6 meter bersama ibunya. Menurut Dina, usai anaknya lahir dengan cacat di wajah, pihak suami dan keluarganya tidak mau menerimanya hingga dia merawat bayinya hanya dengan sang ibu.
"Kalau ayahnya dari lahir sampai 1 bulan terakhir kemarin itu masih jenguk anaknya. Tapi dari pihak keluarganya terutama orang tuanya itu nggak bisa menerima. Jadi nggak mau mengakui itu cucunya," kata Dina, Selasa (3/12).
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini