"Saya teringat pada sejarah. Kalau kita lihat itu bangsa-bangsa di Timur: Tiongkok, Jepang, Korea, sudah berkali-kali berganti dinasti, perang saudara, bahkan diintervensi oleh superpower. Tapi kita lihat sekarang ini kemajuan dunia ada di Timur, apakah Tiongkok, apakah Korea, apakah Jepang. Jadi kami bertanya-tanya, kira-kira apa sih yang menyebabkan mereka itu begitu tahan banting. Kami temukan jawabannya dari Dekan FIB (Fakultas Ilmu Budaya), yaitu yang kita sebut sebagai social capital," kata Ari di Balai Purnomo, kampus UI Depok, Rabu, (4/12/2019).
Dia menuturkan akan melanjutkan social capital yang telah dibentuk oleh pendahulunya, Profesor Muhammad Anis. Ari kemudian menjelaskan teori social capital membahas tentang jejaring manusia dan setiap aturan atau kebijakan harus memperhatikan akar budaya manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada periode kepemimpinannya, Ari berharap UI mempertahankan social capital yang selama ini terbangun. Jika itu tidak dipertahankan, jejaring manusia, yang dapat menjadi modal kompetisi UI dengan universitas lainnya, UI akan memulai dari tahap nol lagi.
"Misalnya UI, itu institusi tidak belajar, tidak pernah belajar. Yang belajar itu adalah manusia-manusianya, jadi bagaimana kalau manusianya itu berganti? Itu merupakan sesuatu hal yang alamiah ya, serah-terima jabatan," tutur Ari.
"Jadi ada nilai-nilai yang disebutkan budaya tadi, yang harus dipertahankan, dan dilanjutkan oleh satu kepemimpinan, oleh satu generasi ke generasi yang lain. Kalau tidak, itu maka semuanya akan mulai dari scratch, dari nol," pungkas Ari. (aud/aud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini