Zainut menjelaskan, masyarakat tidak perlu resah dengan adanya PMA tentang Majelis Taklim. Menurutnya semangat dari PMA ini adalah untuk memfasilitasi layanan publik dan pengaturan database registrasi Kemenag. Ini penting agar masyarakat mengetahui tata cara untuk membentuk majelis taklim dan Kemenag memiliki data majelis taklim dengan baik.
Terdaftarnya majelis taklim, lanjut Zainut akan memudahkan Kemenag dalam melakukan koordinasi dan pembinaan. Pembinaan yang dimaksudkan adalah memberikan penyuluhan dan pembekalan materi dakwah, penguatan manajemen dan organisasi, peningkatan kompetensi pengurus, dan pemberdayaan jamaah dan lain sebagainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 6 ayat (1) PMA Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim mengatur bahwa majelis taklim harus terdaftar pada kantor Kementerian Agama.
Menurut Zainut Kemenag senagaja menggunakan diksi "harus", bukan "wajib" karena kata harus sifatnya lebih ke administratif, sedangkan "wajib" berdampak sanksi.
"Jadi tidak ada sanksi bagi majelis taklim yang tidak mau mendaftar," tegas Zainut.
PMA ini menurut Zainut juga bisa menjadi panduan masyarakat saat akan membentuk majelis taklim. Misalnya, salah satu persyaratan untuk mendirikan majelis taklim adalah jamaah. Dalam regulasi ini diatur jumlahnya minimal 15 orang.
"Hal ini supaya majelis taklim yang dibentuk itu benar-benar ada jamaahnya, semakin banyak jemaahnya tentu semakin baik. Selain jamaah, persyaratan lainnya adalah ustaz, pengurus, sarana tempat/ domisili, dan materi. Semuanya dijelaskan dalam PMA ini sebagai pedoman publik," jelas Zainut.
"Jadi, PMA ini lebih ke arah memberikan fasilitasi dan untuk memudahkan koordinasi dalam pembinaan majelis taklim. Bukan bentuk intervensi negara dalam pengertian negatif tetapi justru untuk menguatkan peran, fungsi dan keberadaan majelis taklim," sambungnya.
Simak Video "Kontroversi Menag Fachrul Atur Majelis Taklim"
(hri/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini