Diskriminasi 'Perempuan Tak Perawan' Terjadi di Mana-mana

Diskriminasi 'Perempuan Tak Perawan' Terjadi di Mana-mana

Danu Damarjati - detikNews
Jumat, 29 Nov 2019 19:14 WIB
Foto ilustrasi (Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta - Kasus atlet SEA Games dipulangkan gara-gara diisukan tidak perawan disorot publik. Belakangan diketahui, atlet perempuan itu dipulangkan karena tidak disiplin. Namun isu diskriminasi perempuan gara-gara tidak perawan memang terjadi di mana-mana.

Isu ini menjadi sorotan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dilansir dari situs resminya, Jumat (29/11/2019) PBB pada 2018 melaporkan praktik tes keperawanan terjadi di 20 negara.

"Perempuan dan gadis kadang dipaksa untuk menjalani tes keperawanan untuk alasan tertentu, termasuk permintaan dari pihak orang tua atau pasangan potensial demi kelayakan perkawinan atau bahkan untuk menjadi calon karyawan," demikian tulis PBB.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



WHO sendiri sejak 2018 menyerukan penghentian tes keperawanan. Tes keperawanan dinyatakan tidak ilmiah, bernuansa kekerasan, dan melanggar hak asasi manusia yang dimiliki perempuan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Komisioner Tinggi HAM PBB, dan UN Women menyampaikan praktik tes keperawanan terjadi di lebih dari 20 negera, yakni di Afghanistan, Brazil, Mesir, India, Indonesia, Iran, Irak, Jamaika, Yordania, Libya, Malawi, Maroko, wilayah pendudukan Palestina, Afrika Selatan, Sri Lanka, Swaziland, Turki, Inggris, Zimbabwe, Belgia, Kanada, Belanda, Spanyol, dan Swedia.



Berikut adalah sejumput contoh praktik-praktik diskriminatif tersebut:

1. Afghanistan: tak perawan masuk penjara

Dilansir BBC, praktik tes keperawanan di Afghanistan adalah hal yang umum. Praktisi ginekologi di provinsi Bamiyan Afghanistan, Bobani Haidari, menjelaskan bahwa dia bisa menangani 10 tes keperawanan dalam sehari.

Beberapa perempuan juga menjalani tes itu beberapa kali. Acap kali, tes itu dilakukan tanpa persetujuan perempuan yang diperiksa. Protes-protes telah dilancarkan.

"Tes keperawanan tak punya dasar ilmiah dan harus dilarang. Tes ini adalah pelanggaran terhadap konstitusi negara, hukum Islam, dan aturan internasional," kata komisioner HAM Afghanistan, Soraya Sobhrang, kepada BBC.



Dilansir NPR, para perempuan dipenjara karena dinyatakan tak perawan. Tes keperawanan di Afghanistan digunakan untuk menentukan kelanjutan pendidikan, menikah, mendapat pekerjaan, atau apakah benar dia korban perkosaan. Seks pranikah adlah kejahatan di Afghanistan. Bila si gadis gagal tes keperawanan (terbukti tak perawan), maka keluarga akan melapor ke polisi, si gadis dipenjara.

Aktivis hak-hak reproduksi, Farhad Javid, meminta 190 perempuan yang dipenjara dibebaskan. Januari 2019, Ibu Negara Rula Ghani mengunjungi penjara Mazhar i Sharif. Upaya Farhad berhasil. 190 Perempuan itu dibebaskan pada April.

2. Afrika Selatan: beasiswa diskriminatif khusus perawan

Pemerintah Daerah Uthukela, provinsi KwaZulu-Natal, Afrika Selatan, bakal memberi beasiswa universitas untuk perempuan perawan. Berita ini bikin gempar pada 2016.

Dilansir BBC, saat itu, Pemda setempat memberikan beasiswa perawan itu untuk menekan penyebaran AIDS dan kehamilan di bawah umur.



Sekitar 6,3 juta orang di Afrika Selatan adalah positif HIV. Lebih dari satu orang di antara 10 orang hidup dengan virus itu.

Komisi Kesetaraan Gender setempat menyatakan beasiswa itu adalah tindakan diskriminasi. Karena beasiswa perawan itu memicu protes, maka Wali Kota Uthukela, Dudu Mazibuko, mengumumkan beasiswa itu tak akan dilanjutkan kecualli untuk yang sudah lolos.

3. Zimbabwe: gadis 12 tahun diperiksa

Dilansir Human Rights Watch, Presiden Dewan Gereja Kerasulan Zimbabwe, Uskup Agung Johannes Ndaga, menjelaskan soal tes keperawanan di gereja-gereja Zimbabwe. Ini erat kaitannya dengan pernikahan di bawah umur.

Tes keperawanan dengan cara memasukkan dua jari ke vagina anak perempuan usia 12 tahun. Ini dipraktikan di gereja-gereja apostolik, jumlahnya ada seribuan di Zimbabwe. "Bila gadis itu terbukti perawan, maka dia akan mendapat tanda di dahinya," kata Johannes Ndaga, tahun 2015.



"Pria yang lebih dewasa di gereja kemudian akan memilih gadis-gadis segar itu untuk dijadikannya istri, kadang juga ikut kumpulan poligami. Bila seorang pria menikahi perempuan yang tidak perawan, maka perempuan itu diwajibkan untuk menemukan perempuan perawan lain untuk diperistri oleh suaminya sebagai kompensasi," kata dia.

Human Rights Watch menyatakan praktik ini sebagai diskriminasi. WHO sendiri menyatakan tes keperawanan sebagai praktik yang mendiskreditkan dan bentuk kekerasan tanpa landasan ilmiah.



4. Turki pernah punya UU tes keperawanan

Undang-undang yang mendukung tes keperawanan pernah berlaku di Turki. Undang-undang itu dibatalkan pada 2002.

Dilansir BBC pada Februari 2002, saat itu pemerintah Turki membatalkan hukum kontroversial yang mengizinkan tes keperawanan diterapkan untuk siswi sekolah yang diduga pernah melakukan seks pranikah.

Sebelumnya, praktik ginekologis paksa itu umum dilakukan di bawah undang-undang lama. Akibatnya, lima siswi melakukan percobaan bunuh diri dengan minum racun tikus. Kelompok hak asasi manusia mengecam keras praktik tes keperawanan itu.



Pada 2001, Mentri Kesehatan Osman Durmus dari Partai Gerakan Nasionalis (sayap kanan jauh) memicu kemarahan publik. Osman Durmus menyeru agar perempuan yang tak perawan dikeluarkan dari sekolah menengah keperawatan yang dijalankan pemerintah, serta dilarang mendaftar di sekolah negeri. Padahal sebelumnya, yakni tahun 1999, Menteri Kehakiman Turki memerintahkan penghentian tes keperawanan kecuali untuk kepentingan penyelidikan suatu kasus kriminal.

5. Masih ada tes keperawanan di AS

Di Negeri Paman Sam, ternyata masih ada praktik tes keperawanan. Dilansir CNN dari berita 9 November 2019, investigasi Marie Claire dan the Fuller Project menemukan ahli medis sering dimintai bantuan untuk mengetes keperawanan perempuan.



Di AS, tak ada petunjuk khusus dari organisasi medis yang mengatur sikap dokter untuk menanggapi permintaan tes keperawanan. Ginekologis menduga ini karena Perguruan Tinggi Obstetri dan Ginekologi Amerika menyatakan tes keperawanan tidaklah valid secara medis, jadi institusi resmi juga tidak mau menanggapinya.

Dilansir Aljazeera dari berita awal bulan ini, rapper peraih Grammy Award, TI, memicu kemarahan publik karena memaksa putrinya yang berumur 18 tahun untuk menajalni tes keperawanan.

Diskriminasi 'Perempuan Tak Perawan' Terjadi di Mana-manaFoto: Setop tes keperawanan! (WHO)


6. India: tes keperawanan sebelum menikah

Dilansir BBC tahun 2018, tes keperawanan biasa dilakukan masyarakat adat pengembara di Negara Bagian Maharashtra, India Barat. Masyarkat adat itu bernama Kanjarbhat, dengan anggota 200 ribu orang.

Bila terbuki perawan, maka perempuan itu dinyatakan suci. Bila tidak perawan, maka sebaliknya. Uji keperawanan dianggap sebagai bagian penting dari proses pernikahan yang diadakan dalam masyarakat adat dan diawasi oleh panchayat, atau lembaga desa, yang sangat berpengaruh.



Jika mempelai perempuan mengeluarkan darah ketika melakukan hubungan seksual maka ia adalah perawan, dan jika tidak, maka dampaknya bisa berat: pengantin laki-laki diizinkan untuk membatalkan pernikahan.

Perempuan bersangkutan dipermalukan di depan umum dan bahkan dipukuli oleh anggota keluarga karena sudah 'memalukan' mereka. Praktik ini masih berlangsung meskipun banyak ahli yang sudah membuktikan ketidakbenaran dari teori bahwa perempuan selalu mengeluarkan darah ketika pertama kali melakukan hubungan seksual.

Diskriminasi 'Perempuan Tak Perawan' Terjadi di Mana-manaFoto: BBC Magazine



7. Filipina: perawan itu mahal

Dilansir media Marie Claire, di Filipina, pemerintah menjalankan klinik kesehatan yang mempraktikkan tes keperawanan. Institusi itu menerbitkan kartu V untuk perawan (virgin).

Guna kartu itu untuk bekerja di bar dan klub telanjang. Orang-orang Amerika dilaporkan bakal membayar lebih untuk mendapatkan perawan yang pekerja hiburan malam itu.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads