Survei dilaksanakan pada 5-12 Oktober 2019 kepada 1.000 orang responden dengan metode stratified multistage random sampling. Margin of error survei sebesar 3,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung.
Responden diberikan pilihan pernyataan 'agama lebih penting dari Pancasila', 'agama dan Pancasila sama pentingnya', serta 'Pancasila lebih penting dari agama'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebanyak 15,6 persen menilai agama lebih penting dari Pancasila. Menurut Adi, kelompok inilah yang diasosiasikan sebagai aktivis politik Islam.
"Mungkin ini yang kemudian diasosiasikan sebagai kelompok Islam politik atau aktivis politik Islam yang ditengarai berpotensi mengancam stabilitas demokrasi dan Pancasila, hanya 15,6 persen. Sementara, sisanya itu mengatakan Pancasila lebih penting dari agama," ujarnya.
Responden juga diberi pertanyaan soal bentuk negara yang paling ideal untuk Indonesia. Hasilnya, 62 persen responden menilai NKRI yang berasas Pancasila dengan menyertakan nilai agama yang tidak perlu diformalkan adalah bentuk ideal bagi Indonesia.
"Rata-rata jawaban responden itu jawabannya moderat, NKRI adalah bentuk negara yang paling ideal dengan berasaskan Pancasila dengan menyertakan nilai-nilai agama di dalamnya, tapi tidak perlu diformalkan. Ini kan saya kira adalah jawaban spontanitas mayoritas umat Islam," ujar Adi.
Simak Video "FPI Janji Setia NKRI-Pancasila, FPG: Dilihat Rekam Jejaknya"
Di sisi lain, ada 6,7 persen responden yang menginginkan negara berdasarkan agama yang diformalkan. Sementara itu, 22,1 persen responden menilai yang ideal adalah NKRI berasaskan Pancasila namun agama menjadi urusan pribadi masing-masing.
"Kelompok masyarakat yang cukup minor jumlahnya hanya 6,7 persen yang menginginkan bentuk negara ini adalah berasaskan agama yang perlu diformalkan. 6,7 persen inilah yang seakan-akan saat ini sedang diperangi dan ditakuti oleh pemerintah tentang kebangkitannya," ucap Adi.
"Sementara, pada spektrum yang lain ada kelompok masyarakat yang mengatakan bentuk ideal negara itu adalah NKRI itu adalah Pancasila dengan mendorong agama menjadi urusan pribadi ini persentasenya 22,1 persen. Jadi kalau kita seakan akan 22,1 persen ini adalah kelompok liberal," imbuhnya.
Adi berkesimpulan 62 persen responden bersifat moderat, 6,7 persen responden menganut Islam fundamental, sementara 22,1 persen responden tergolong liberal. Karena itulah, jika ada anggapan bahwa Indonesia darurat fundamentalisme, menurut Adi itu berlebihan.
"Jadi kalau ada yang mengatakan Indonesia seakan-akan darurat fundamentalisme, agak berlebihan begitu. Karena persepsi publik kecenderungan masyarakat yang setuju dengan isu-isu agama di ruang publik menjadikan agama Islam sebagai nasab negara itu persentasenya tidak terlampau signifikan," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini