MTI: Skuter Listrik Tak Perlu Dilarang di Jalan, tapi Kecepatan Dibatasi

MTI: Skuter Listrik Tak Perlu Dilarang di Jalan, tapi Kecepatan Dibatasi

Eva Safitri - detikNews
Kamis, 28 Nov 2019 21:51 WIB
Ilustrasi Skuter Listrik (Agus Tri Haryanto/detikINET)
Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Deddy Herlambang mengatakan semestinya skuter listrik tidak perlu ada dilarang masuk ke jalur sepeda. Dia berpendapat lebih baik diatur saja batas kecepatannya.

"Kalau larangan tidak perlu. Hanya batasan kecepatan mungkin regulasinya otopet diizinkan berjalan dengan kecepatan-kecepatan tertentu tapi tentunya dengan kajian kecepatan seberapa yang tidak melukai atau mencelakai pengendara lain," ujar Dedy di Hotel Artotel, Jl Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).

Deddy mengusulkan kecepatan skuter listrik bisa disamakan dengan sepeda, paling tidak 15 km/jam sehingga masih bisa melintas di jalur sepeda ataupun di trotoar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Tetap boleh (di jalur sepeda), di trotoar pun boleh, kecepatannya harus tetap sama dengan jalur sepeda 10-15 km. Sebenarnya untuk hierarki jalan pertama disabilitas juga termasuk, lalu pejalan kaki, lalu sepeda. Otopet ini masuk di tengah-tengah antara pejalan kaki dan sepeda," ujar Deddy.

Hal senada dikatakan co-founder Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ), Yusa Pernama. Yusa menilai soal otopet lebih baik diatur soal batas kecepatan yang diperbolehkan karena ada sebagian orang menggunakan skuter listrik untuk transportasi jarak dekat.

"Kalau di Indonesia sebaiknya karena dia diposisikan sebagai angkutan jarak dekat, tempatkan aja seperti sepeda. Jadi batas kecepatannya disesuaikan maksimal 15 km/jam," katanya.

Diskusi peringatan Hari Peringatan Sedunia untuk Korban Kecelakaan Lalu LintasDiskusi publik 'Hari Peringatan Sedunia untuk Korban Kecelakaan Lalu Lintas' (Eva Safitri/detikcom)




"Boleh di jalan hanya kecepatannya disetarain dengan sepeda dan lewat jalur sepeda. Kenapa? Karena untuk menghindari dia keluar ke tengah-tengah dan tidak bonceng. Jadi satu kendaraan satu orang," lanjut Yusa.

Menurut Yusa, pelarangan skuter bukan merupakan solusi untuk mencegah terjadinya kecelakaan, seperti kasus mobil menabrak skuter beberapa waktu lalu. Namun pengendaralah yang seharusnya dibina.

"Jangan sampai karena ada suatu kejadian orang dilarang semuanya, jadi bingung. Kita tuh harusnya punya pendidikan lalu lintas yang jelas, jadi orang tuh nggak sembarang. SIM? Oke dia udah dapat. Tapi beneran dididik nggak dapet SIM? Pendidikannya itu jelas nggak? Ada standar bakunya nggak?" kata Yusa.


Etika pengendara mengenai kepatuhan lalu lintas menurut Yusa yang mesti diselesaikan. Jika tidak, kesalahan yang sama akan muncul di setiap jenis kendaraan.

"Kalau masalah dasar ini nggak diselesaikan, nanti ada kendaraan baru kaya apapun masalah yang sama akan berulang, ketika ada ojol (ojek online) baru gagap, ketika ada kendaraan baru gagap lagi. Ini nih berarti harus ada sesuatu yang sebenarnya ini kurang, itu peradaban kita sudah bener belum," tuturnya.
Halaman 2 dari 2
(eva/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads