Bayu menggugat Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang berbunyi:
Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada kementerian tertentu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Melihat adanya penambahan jabatan wakil menteri setelah Presiden melantik 12 Wakil Menteri tanpa ada alasan urgensitas yang jelas, tentunya suda tidak sesuai dengan putusan MK Nomor 79/PUU/IX/2011.
2. Secara konstitusional, yang dapat membantu tugas Presiden adalah Menteri. Hal tersebut sebagaimana telah tertuang secara eksplisit dan limitative dalam Pasal 17 ayat 1 UUD 1945.
![]() |
3. Apabila melihat secara sistematis, dalam UU Nomor 39 Tahun 2008, dalam Pasal 1 angka 2 dijelaskan bahwa Menteri adalah Pembantu Presiden, yang memimpin kementerian. Kemudian pada Pasal 3 dikatakan bahwa kementerian berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.
4. Padal 4 UU 39 Tahun 2008, disebutkan urusan pemerintahan:
- Setiap Menteri membidagi urusan tertentu dalam pemerintahan.
- Urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas
a. urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
c. urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
![]() |
5. Sementara terhadap urusan pemerintahan diatur dalam Pasal 4 ayat 2, masing-masing dibagi menjadi urusan-urusan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 yang menyatakan:
-Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
-Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
-Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.
6. Dalam menjalankan urusan-urusan pemerintahan, dibentuklah susunan organisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 9 yang menyatakan:
Pasal 9
(1) Susunan organisasi Kementerian yang menangani urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) terdiri atas unsur:
a. pemimpin, yaitu Menteri;
b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal;
c. pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal;
d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal;
e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan
f. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
![]() |
(2) Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur:
a. pemimpin, yaitu Menteri;
b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal;
c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal;
d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan
e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat.
(3) Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah.
(4) Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas unsur:
a. pemimpin, yaitu Menteri;
b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat Kementerian;
c. pelaksana, yaitu deputi; dan
d. pengawas, yaitu inspektorat.
7. Jika kita melihat secara sistematis sebagaimana telah diuraikan di atas, maka tidak satu pun ketentuan norma yang memberikan kedudukan Wakil Menteri untuk menjalankan urusan pemerintahan. Bahkan Wakil Menteri tidak pula ada dalam susunan organisasi pada setiap kementerian negara yang menjalankan urusan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 di atas.
8. Bahwa ketentuan yang mengatur tentang Wakil Menteri terdapat pada Pasal 10, yang menyatakan:
Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu.
Namun penjelasan Pasal 10 telah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
9. Berdasarkan uraian secara sistematis, terhadap jabatan Wakil Menteri sebagaimana diatur dalam ketentuan norma Pasal 10 UU Kementerian Negara, tidak memiliki kedudukan, tugas dan fungsi yang jelas. Artinya hal ini bertentangan dengan prinsip negara hukum (pasal 1 ayat 3 UUD 1945). Di mana dalam konteks pembentukan peraturan perundang-undangan, suatu materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas kepastian hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.
10. Terkait dengan pengaturan kedudukan dan fungsi, tugas dan wewenang Wakil Menteri diatur dengan Peraturan Presiden. Tentunya hal tersebut merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan amanat konstitusi.
Di mana aturan terkait kedudukan dan fungsi, tugas dan wewenang Wakil Menteri adalah muatan Undang-undang. Sementara dalam UU Kementerian Negara tidak mengatur sama sekali tentang kedudukan dan fungsi, tugas dan wewenang Wakil Menteri.
Hal tersebut tentunya merupakan perilaku yang dapat menimbulkan kesewenang-wenangan karena memberikan kewenangan Wakil Menteri tanpa melibatkan DPR sebagai representasi rakyat. Hal ini tentunya telah bertentangan dengan prinsip negara hukum (pasal 1 ayat 3 UUD 1945)/
11. Apabila kita melihat original intent pembentuk UUD 1945 sebagaimana ditelusuri pada naskah komprehensif perubahan UUD 1945, tidak ada satu pun yang membahas tentang diperlukannya jabatan Wakil menteri. Terlebih pembahasan terkait kedudukan dan fungsi, tugas dan wewenang Wakil Menteri.
Oleh karenanya, rumusan Pasal 17 ayat 1 UUD 1945 hanya memberikan kewenangan konstitusional kepada Menteri sebagai pembantu Presiden.
![]() |
12. Secara original intent, dapat dikatakan pembentuk UU tidak melihat urgensi diperlukannya jabatan Wakil Menteri untuk membantu tigas menteri dalam menjalankan pemerintahan. Karena Menteri sudah dibantu oleh pembantu pimpinan yakni Setjen, Ditjen dan jajaran lain di bawahnya yang diawasi oleh Itjen dengan dengan jajarannya.
13. Dapat disimpulkan baik secara sistematis maupun original intent, Pasal 10 bertentangan dengan Pasal 1 angka 3 dan Pasal 17 ayat 1 UUD 1945.
14. Bertentangan dengan Putusan MK Nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang mengatakan:
Selain itu, dalam rangka menjaga sistem ketatanegaraan yang menyangkut hubungan antar lembaga negara yang diatur oleh UUD 1945 sebagai hukum tertinggi, Mahkamah harus menggunakan pendekatan yang rigid sejauh UUD 1945 telah mengatur secara jelas kewenangan atributif masing-masing lembaga tersebut. Dalam hal Mahkamah terpaksa harus melakukan penafsiran atas ketentuan yang mengatur sebuah lembaga negara maka Mahkamah harus menerapkan penafsiran original intent, tekstual, dan gramatikal yang komprehensif yang tidak boleh menyimpang dari apa yang telah secara jelas tersurat dalam UUD 1945 termasuk juga ketentuan tentang kewenangan lembaga negara yang ditetapkan oleh UUD 1945.
Apabila Mahkamah tidak membatasi dirinya dengan penafsiran secara rigid tetapi melakukan penafsiran secara sangat bebas terhadap ketentuan yang mengatur lembaga negara dalam UUD 1945, sama artinya Mahkamah telah membiarkan pembentuk Undang-Undang untuk mengambil peran pembentuk UUD 1945 dan akan menjadi sangat rawan terjadi penyalahgunaan kekuasaan manakala Presiden didukung oleh kekuatan mayoritas DPR, atau bahkan Mahkamah sendiri yang mengambil alih fungsi pembentuk UUD 1945untuk mengubah UUD 1945 melalui putusan-putusannya.
15. Pertimbangan di atas juga menjadi dasar pertimbangan MK memutus perkara Nomor 97/PUU-XI/2013.
16. Apabila ketentuan Norma Pasal 10 UU Kementerian Negara dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka tidak akan menggangu jalannya roda pemerintahan.
Karena apabila kita melihat tugas Wakil Menteri yang diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2012, sesungguhnya merupakan tugas yang telah dan dapat dijalankan oleh pejabat yang ada dalam struktur organisasi kementerian yang diatur dalam Pasal 9 UU Kementerian Negara.
![]() |
Sebagaimana diketahui, saat ini asda 12 Wamen yaitu:
1. Wakil Menteri Luar Negeri: Mahendra Siregar
2. Wakil Menteri Pertahanan: Sakti Wahyu Trenggono
3. Wakil Menteri Agama: Zainut Tauhid
4. Wakil Menteri Keuangan: Suahasil Nazara
5. Wakil Menteri PUPR: John Wempi Wetipo
6. Wakil Menteri LHK: Alue Dohong
7. Wakil Menteri Perdagangan: Jerry Sambuaga
8. Wakil Menteri Desa PDTT: Budi Arie Setiadi
9. Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang: Surya Tjandra
10. Wakil Menteri BUMN 1: Budi Sadikin
11. Wakil Menteri BUMN 2: Kartika Wirjoatmojo
12. Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Angela Tanoesoedibjo
Jokowi Mau Tambah Wakil Menteri, Puan: Nggak Efisien!
Halaman 2 dari 7
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini