Hal itu disampaikan Tito dalam sambutannya di acara Musyawarah APPSI VI di Hotel Borobudur, Jaakrta Pusat, Selasa (26/11/2019). Tito mengawali sambutannya tentang tantangan bagi daerah di tengah fenomena global dan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Saya melihat ada variabel tentang ketahanan daerah, yang jadi penekanan kemudian tantangan global dan dampaknya serta pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Tito.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut globalisasi yang ada saat ini didorong oleh teknologi informasi yang berkembang sangat pesat. Menurutnya, saat ini arus informasi dunia berada dalam gelombang ketiga peradaban manusia yang mengalami perubahan besar di sektor politik, ekonomi, sosial, hingga budaya.
"Sekarang kita menghadapi gelombang ketiga itu teknologi informasi. Informasi dunia sudah berubah, berubah dalam semua urusan politik, ekonomi, sosial budaya dan segala macam. The world in our palm, jadi dunia ada di genggaman kita, handphone, gadget yang sekarang menjadi bagian dari tubuh kita. Kalau kita mau ke toilet semua ditinggal, mau mandi semua ditinggal, lepas semua, tapi HP masih dibawa juga. Kita berangkat keluar dari rumah istri ketinggalan pada harusnya pergi sama istri, ajudan bilang, 'Pak, istri tinggal,' 'Ntar nyusul.' Begitu lapor dia sampaikan, 'Handphone Bapak ketinggalan di rumah,' balik lagi. Apalagi password-nya ketahuan istri. Itu paling ngeri," tutur Tito disambut tawa peserta acara.
Menurutnya, perkembangan teknologi membuat dunia makin sempit atau menjadi global village. Tito lalu bicara tentang fenomena Arab spring hingga terorisme yang terjadi saat ini. Dia juga menyinggung fenomena demokratisasi yang tak terhindarkan. Dunia, kata Tito, menjadi monopolar dengan dominasi demokrasi liberal ala barat.
"Kita melihat bahwa terjadi fenomena pemerintahan-pemerintahan rezim-rezim yang non-demokrasi menjadi tumbang. Siapa yang menyangka, kita nggak nyangka di Indonesia tahun '98 saja pemerintahan tumbang," tuturnya.
Tito lalu memberi contoh tentang gelombang demokratisasi di berbagai belahan dunia. Namun, kini demokrasi disebutnya mulai mendapat penantang.
"Kita juga melihat bahwa mulai terjadi 5 tahun terakhir paradoks demokrasi. Demokrasi yang dianggap bahwa adalah instrumen atau sistem yang dapat mengangkat kesejahteraan rakyat ini mulai, mulai, mulai timbul keraguan," ucap Tito.
Dia mengatakan selama ini demokrasi liberal yang berkembang usai revolusi Prancis dianggap tepat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun ternyata, 5 tahun belakangan mulai muncul tantangan terhadap demokrasi liberal, bahkan oleh Amerika Serikat lewat Donald Trump.
"Kemudian Eropa juga alami problema stagnasi ekonomi. Inggris bereaksi untuk keluar, tapi di negara-negara yang menganut demokrasi yang dianggap sistemnya tidak tepat untuk kesehatan rakyat, terbalik. Di China yang satu partai, yang non-demokratik untuk melompat ekonominya," tuturnya.
Tito mencontohkan perkembangan ekonomi China sejak 1998 yang melesat cepat hingga membuat Jakarta seolah menjadi kampung jika dibandingkan dengan Shanghai dan Beijing. Dia juga mencontohkan Vietnam yang menganut sosialis, tapi ekonominya melompat.
"Semacam kegalauan atas demokrasi, apakah demokrasi ini menurun karena di sistem yang non-demokratis ekonominya melompat. Vietnam misalnya sama sosialis, melompat. Di Thailand terjadi gempa sekarang yang tadinya demokrasi supremasi, supremasi sipil diambil alih jadi military junta, ekonomi juga jalan. Juga di beberapa tempat yang lain seperti Egypt seperti yang tadi diterapkan demokrasi berantakan diambil oleh militer juga di sana," tuturnya.
Dia pun menilai hal itu sebagai tantangan bagi Indonesia yang demokratis. Menurutnya, jika kesejahteraan tidak bisa dihadirkan maka akan muncul tawaran sistem-sistem lainnya.
"Ini tantangan bagi kita, kalau kita bisa membuktikan, maka masyarakat akan melihat demokrasi menjadi baik, tapi kalau seandainya kesejahteraan tidak bisa terbangun di atas sistem demokrasi, maka mungkin masyarakat akan mencari alternatif sistem politik yang lain. Maka muncul istilah lawan khilafah, tawaran kembali ke sistem-sistem otoriter itu muncul," ucap Tito.
Halaman 4 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini