"(Pilkada melalui DPRD) kehendak elite (politik) itu, termasuk perubahan amandemen itu bukan konsumsi publik, tetapi konsumsi elite. Bahkan saya bilang, ini ada transformasi oligarki," kata Zulfikar di kantor Formappi, Jalan Matraman, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Pilkada) langsung itu yang baiklah, kita tinggal menjaga. Bukan kita mau koreksi ya, apa yang sudah baik ini diteruskan, apa yang kurang diperbaiki," ujarnya.
Sebab, kata Zulfikar, dengan pilkada langsung, rakyat dapat berdaulat penuh. Masyarakat pun dinilai dapat menentukan masa depan mereka melalui pemimpin yang dipilih mereka.
"Karena dengan langsung ini rakyat berdaulat penuh, dan dengan pilkada langsung membuat paslon itu tertuntut untuk bertanggung jawab kepada rakyat. Untuk respons terhadap apa yang menjadi kehendak rakyat, dan rakyat bisa ikut menentukan masa depan melalui pemimpin yang mereka pilih," sebut anggota Komisi II DPR itu.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah melakukan kajian terkait pelaksanaan pilkada langsung. Kemendagri menilai efek pilkada langsung adalah terjeratnya kepala daerah pada kasus korupsi karena ongkos politik yang mahal.
"Karena faktanya dari sejak melaksanakan pilkada langsung ada 300 sekian kepala daerah yang bermasalah secara hukum. Kasus-kasus korupsi," kata Kapuspen Kemendagri Bahtiar usai acara Santri Award di Perpusnas, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (21/11).
Baca juga: Wacana Presiden 3 Edisi Jadi Kontroversi |
Halaman 2 dari 2