Kebanyakan masyarakat daerah mengadu nasib untuk mencari rezeki ke kota-kota besar. Bambang (40) melakukan sebaliknya. Ia hijrah dari Jakarta sejak tahun 2002 ke Karimun dan masih menekuni pekerjaan yang sama hingga kini, yaitu sebagai penjaga site tower telekomunikasi.
Kabupaten Karimun masuk wilayah Kepulauan Riau (Kepri) yang berbatasan langsung dengan negara lain, Malaysia dan Singapura. Kabupaten yang berpusat di Tanjung Balai Karimun (TBK) di Pulau Karimunbesar ini dapat ditempuh dua jam menggunakan kapal laut dari Batam.
Bambang mengatakan sudah kerja dan tinggal di Karimun sejak tahun 2002. Ia hanya pernah pulang sekali ke Jakarta, yaitu pada tahun 2003. Itu pun hanya untuk mengambil motor untuk ia gunakan di perantauannya.
"Saya masuk Karimun masih bujangan, dapat istri orang melayu, orang Karimun. Sekarang jadi orang Karimun, sudah punya anak dua. Pulang Jakarta sudah jarang, terakhir 2003, saya ngambil motor untuk bawa ke sini, ga ada balik-balik lagi," ucap Bambang ketika dihubungi detikcom beberapa waktu lalu.
"Saudara masih di Jakarta. Kita main telepon-teleponan aja lah. Abang-abang yang ada di Jakarta, saya bungsu sih," imbuhnya.
Saat itu, Bambang nekat pergi ke Karimun menggunakan kapal dari Pelabuhan Tanjung Priok. Ia juga mengatakan sempat mendapat pelatihan dari pihak Telkom seperti tentang transmisi dan kelistrikan yang dibutuhkan untuk menjaga tower tetap menyala.
"Persaingannya kuat Jakarta, saya lulusan STM, dekil juga kan, nilai jelek juga. Dulu disuruh kuliah, ga mau kuliah, sekarang nyesel, ibaratnya bandel lah. Persaingan ketat Jakarta, nyari yang pelosok-pelosok aja lah," ucap Bambang sambil berkelakar.
Sampai saat ini, Bambang bekerja sebagai penjaga site tower yang berada di ketinggian 274 MDPL yang terletak di Bukit Pongkar, TBK. Tower milik Telkom ini, kata Bambang, kurang lebih sudah berada di Karimun sejak tahun 1988.
![]() |
Tower yang dijaga Bambang dengan dua pekerja lainnya ini menjadi objek vital sebagai sarana komunikasi masyarakat maupun berbagai instansi. Sebut saja BIN, Basarnas, Polda Kepri, dan TNI AD memanfaatkan tower ini sebagai saluran informasi dari perbatasan.
"Untuk mencakup pelayaran, kalau ada gangguan, musibah, tinggal calling pakai HT. Kalau di tengah laut itu kan, perbatasan, sinyal HP ga sampai. Perbatasan Singapura dan Malaysia, sinyal HP hilang, satu-satunya pakai HT, semua pada pasang itu," ucap Bambang.
Bambang mengatakan harus siap siaga untuk menjaga tower ini tetap nyala jika terjadi gangguan. Pernah suatu kali Bambang harus pergi ke tower jam 3 pagi dan sedang hujan demi membetulkan alat yang mengalami gangguan. Namun, kata Bambang, fungsi tower ini terbantu sejak munculnya kabel laut atau fiber optik.
"Kalau fiber optik itu daya pemancarnya bagus, daya angkatnya bagus. Kalau dulu sistem microwave, lewat udara, sinyal dilempar di udara, jadi banyak gangguan, hujan lah, ga bagus lah. Sekarang pakai kabel laut, fiber optik, sudah paralel seluruh dunia. Kalau dikirim 10 sampainya 10, ga ada hilang-hilang," ucap Bambang.
"Dulu pakai sistem microwave, pakai sistem (dengan lokasi) tertinggi, supaya dapat sinyal itu. Barulah (sinyalnya) dibagikan ke kotanya. Kalau sekarang pakai fiber optik, kabelnya langsung diarahkan ke kotanya," imbuh Bambang.
Meski sudah 17 tahun bekerja, Bambang mengatakan penghasilannya yang tak cukup. Ia mengaku bertahan karena menurutnya mencari pekerjaan susah.
"Suka dukanya yah gitu lah, kita bertahan aja lah, cari kerja susah, bertahan aja dari tahun 2002 sampai sekarang. Itu pun belum jadi karyawan lho, kontrak lho, dari tahun 2002 sampai 2008 tidak jadi karyawan, subkontrak lah, terus habis kontrak dapat pesangon," ucap Bambang.
(mul/ega)