Komisi II Ungkap Ada Opsi Gubernur Tak Dipilih Lewat Pilkada Langsung

Komisi II Ungkap Ada Opsi Gubernur Tak Dipilih Lewat Pilkada Langsung

Nur Azizah Rizki Astuti - detikNews
Selasa, 19 Nov 2019 16:00 WIB
Foto: Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia (Azizah-detikcom)
Jakarta - Komisi II DPR menegaskan belum ada kesepakatan bahwa pemilihan kepala daerah akan dikembalikan ke DPRD. Komisi II disebut hanya menyepakati adanya evaluasi pilkada langsung.

"Kesepakatan Komisi II kami akan melakukan evaluasi terhadap masalah kepemiluan, termasuk pilkada. Jadi saya sudah berulang-ulang mengatakan kalau kita sepakat mulai dengan evaluasi, maka jangan buru-buru ambil kesimpulan," kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2019).

"Baru mau mulai evaluasi kok, kita udah tahu simpulannya nanti akan balik ke DPRD. Nanti kalau kita melakukan kajiannya secara serius, opsinya bisa banyak. Jadi kembali ke DPRD itu adalah salah satu opsi, banyak lagi opsi lain," imbuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Doli lalu menyinggung kesepakatan di era reformasi bahwa basis otonomi daerah adalah kabupaten/kota. Karena itu, menurut Doli, ada usulan agar pilkada langsung itu dilakukan di tingkat kabupaten/kota, bukan di tingkat provinsi.

"Kemudian kita kaitkan dengan keterlibatan masyarakat dan kedaulatan rakyat dalam pengambilan keputusan yang melibatkan publik secara demokratis. Maka ya yang melibatkan publik kalau bicara tentang pilkada langsung, ya kabupaten/kota saja. Pemerintahan provinsi sebagai kepanjangan tangan pemerintahan pusat kan nggak perlu. Itu salah satu opsi," jelasnya.

Politikus Partai Golkar itu mengaku opsi pemilihan gubernur tak melalui pilkada langsung itu juga datang dari dirinya. Namun, Doli menegaskan masih banyak opsi lain, salah satunya dengan sistem asimetris.

"Misalnya sekarang ada teori baru, teori asimetris, ini tidak harus sama di semua daerah. Basisnya apa? Bisa macam-macam. Kalau dulu yang pernah saya baca misalnya, ada daerah-daerah yang kita anggap rawan politik uang misalnya, itu adalah daerah-daerah yang tingkat pendidikan masyarakat rendah, kemudian tingkat kesejahteraan juga kecil," ujar Doli.

Daerah-daerah yang disebut rawan itu, menurut Doli, bisa saja kepala daerahnya dipilih legislatif. Sebaliknya, daerah yang sudah maju dan objektif bisa melakukan pilkada langsung.

"Artinya ada daerah-daerah yang makin jauh dari kota, maka dia makin membenarkan itu. Jadi kalau begitu, daerah-daerah yang seperti itu kita boleh kembali ke DPR. Tapi kalau yang sudah maju segala macam, rasional cara berpikirnya, sehingga dia memilih kepala daerah secara objektif, kita buat (pilkada) secara langsung. Ada yang begitu," ucapnya.


Doli mengatakan pilkada dengan sistem asimetris ini perlu melalui kajian yang mendalam. Soal apakah kepala daerah dipilih oleh legislatif, Doli menyebut hal itu perlu melalui revisi undang-undang.

Karena itulah, Doli mengatakan Komisi II mendorong penyempurnaan dan revisi undang-undang yang terkait sistem politik, khususnya pemilu. Bahkan, menurut Doli, pihaknya juga tengah mengkaji kemungkinan pembentukan omnibus law untuk undang-undang yang terkait dengan politik.

"Nah ini kita kaji. Kami di Komisi II itu sedang mengkaji kemungkinan, mungkin atau tidak UU yang terkait dengan bidang politik ini di-omnibus law-kan. Karena kan ini omnibus law ini kan barang baru. Jadi kami harus hati-hati juga mengkaji," ujar Doli.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads