Dirjen Bina Pemdes Kemendagri, Nata Irawan, awalnya menjelaskan laporan soal desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sultra. Menurut Nata, pengecekan itu dilakukan berdasar pada ucapan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
"Berawal dari isu yang disampaikan oleh Pimpinan KPK, ketika itu Pak Laode, ketika Menteri Dalam Negeri rapat di ruang sidang utama bersama mitra kita juga, yaitu dari Kejaksaan Agung, disampaikan ada 56 desa fiktif di Kabupaten Konawe. Kemudian setelah itu tim kami langsung turun ke lokasi mencari data dan fakta terkait dengan persoalan tersebut kemudian tanggal 15 sampai 18 Oktober kami kembali turun ke lapangan untuk mengecek kebenaran informasi tersebut," ujar Nata di Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (18/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil temuan yang kami dapat ternyata desa tersebut ada. Nanti barang kali boleh saya kasih video atau foto-foto terkait dengan lokasi yang dianggap fiktif, desa ada tetapi tidak berjalan tata kelola pemerintahannya secara optimal. Kemudian banyak sekali data yang diperoleh di lapangan pertama kami melihat persoalan kelembagaan, yaitu kelembagaan desa itu sendiri kemudian yang kedua keabsahan desa tersebut karena Perda tentang penetapan desa dianggap tidak memenuhi syarat," tuturnya.
Dia menyebut tim yang turun ke lapangan menemukan aktivitas pemerintah desa tidak berjalan baik karena Kepala Desa dan aparat Pemerintahan Desa lainnya tidak mendapat penghasilan yang sesuai aturan. Nata juga mengatakan ada kesenjangan pendapatan antara Kepala Desa dengan pendaping lokal desa yang tidak banyak membantu.
"Tim juga mendapatkan data dan informasi dari perangkat desa yang dapat ditemui bahwa pembinaan secara menyeluruh terkait dengan tata kelola pemerintahan desa tidak dilaksanakan oleh Kepala Daerah," ucapnya.
Nata kemudian menjelaskan ke-56 desa itu dibentuk dengan dasar Surat Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 140/3188 Tanggal 10 Juli 2015 Perihal Rekomendasi Kode Wilayah Desa di Kabupaten Konawe. Nah, berdasarkan UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, sebenarnya desa-desa itu sah.
"Maka 56 desa tersebut secara historis dan sosiologis dinyatakan sah sebagai desa," ujar Nata.
Dari 56 desa itu, dia menyebut ada 34 desa yang sudah memenuhi syarat, 18 desa butuh pembenahan di sisi administrasi dan 4 desa, yakni Desa Arombu Utara, Desa Lerehoma, Desa Wiau, dan Desa Napooha yang masih harus menunggu proses hukum lebih lanjut. Menurutnya, ada inkonsistensi antara jumlah penduduk dan luas wilayah desa.
"Hasil kelanjutan pedalaman dari 4 desa tersebut, 2 desa yaitu Desa Wiau, Kecamatan Routa dan Desa Napooha, Kecamatan Latoma masih perlu di lakukan pendalaman secara intensif," ucapnya.
Sebelumnya, fenomena desa fiktif ini pertama kali diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat melaporkan evaluasi kinerja APBN Tahun Anggaran 2019 di ruang rapat Komisi XI DPR RI. Sri Mulyani akan mengevaluasi program dana desa untuk meminimalkan kejadian tersebut dengan memperketat aturan pencairan.
"Sekarang muncul desa-desa baru yang nggak ada penduduknya karena adanya dana desa," kata Sri Mulyani, Senin (4/11).
Mendagri Tito Karnavian menyatakan akan mengusut soal ditemukannya fenomena desa fiktif ini. Tito menyebut sudah menggerakkan tim gabungan dengan Polda Sultra dan pemerintah provinsi.
Menurutnya, jika desa fiktif ini dibuat untuk menyedot dana desa, itu termasuk tindak pidana korupsi. Dia menegaskan, jika terbukti ada pelanggaran, Polri akan mengambil tindakan hukum.
Fenomena dugaan desa fiktif ini juga sudah diendus KPK. Bergerak bersama Polda Sultra, KPK mencatat setidaknya diduga ada 34 desa yang bermasalah di Kabupaten Konawe. Dari jumlah itu, ada 3 desa fiktif, sedangkan 31 desa lainnya disebutkan bila surat keputusan (SK) pembentukan desa tersebut dibuat dengan tanggal mundur. KPK dan Polda Sultra juga telah melakukan gelar perkara pada 24 Juni 2019.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini