"Yang unik adalah kecenderungan itu menimpa kalangan muda, kemudian kalangan terdidik. Ini aneh juga, jadi semakin tinggi pendidikannya justru kecenderungannya semakin tidak toleran," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam diskusi 'Meneguhkan Toleransi, Merawat Kebhinnekaan Indonesia' di Hotel Grand Sahid Jaya, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di sekolah-sekolah di kota, dibanding di desa yang fasilitasnya lebih rendah, yang di kota justru lebih eksklusif, itu temuan-temuan. Tapi bisa dibantah penelitian yang lain bisa menunjukkan indikasi yang lain. Tapi kita harus mengakui ada persoalan," katanya.
Lebih lanjut, Taufan menyebut persoalan itu terlihat dari aduan yang diterima Komnas HAM. Menurutnya, Komnas HAM mendapat aduan yang semakin meningkat setiap tahun.
"Ada kelompok tertentu yang tempat ibadahnya diobrak-abrik atau peribatannya diganggu dan itu terjadi di kota yang dulu dibangga-banggakan sebagai kota yang bertoleran, Yogyakarta," kata Taufan.
Taufan menilai indikasi itu juga didukung oleh praktik-praktik otonomi daerah bahwa ada beberapa daerah yang mencoba menginisiasi regulasi dengan basis agama. Regulasi yang dibuat, kata dia, regulasi untuk mendiskriminasi kelompok tertentu atau memberikan hak istimewa ke kelompok tertentu.
"Misalnya ada aturan di satu daerah memberikan beasiswa anak yang hafiz Alquran, loh ini kan APBD. Kalau anak hafiz Alquran terus bagaimana yang kitab sucinya bukan Quran? Kan nggak bisa dapat akses itu. Itu diskriminatif yang nggak disadari," katanya.
"Padahal maksud dia mungkin baik, tapi dia keliru dalam menafsirkan bagaimana orang bernegara, bagaimana aparat negara harusnya menjalankan mandat negara," sambungnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini