"Kedua, jaminan-jaminan yang diminta kepada pemerintah, pemerintah harus menjamin begini. Loh yang harus menjamin itu bapak-bapak ketika membahas di sini (DPR). Pemerintah mengajukan rancangannya, bapak setuju nggak," kata Mahfud dalam rapat kerja dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu kemudian mencontohkan soal aturan-aturan yang harus dirancang omnibus law-nya. Aturan dimaksud yakni perihal usia minimal warga negara Indonesia yang masuk kategori dewasa.
"Contoh begini, soal usia penduduk Indonesia. Perlu omnibus law nggak? Karena ini UU-nya banyak. Kalau menurut UU Pemilu, dewasa itu umur 17 tahun. Kalau menurut tindak pidana 16 tahun. Kalau menurut hukum perkawinan 21 tahun untuk laki-laki, 19 tahun untuk perempuan. Beda-beda nih. Kalau untuk kewarganegaraan, dewasa itu 18 tahun. Perlu omnibus law atau tidak? Kalau ada satu kasus, ini kena UU yang mana," papar Mahfud.
"Nah itu yang dimaksud omnibus law. Jadi bukan membuat, mengada-adakan yang baru. Itu (omnibus law) justru menemukan hal-hal yang sudah ada tapi tidak sinkron, disinkronkan," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, pada tahun pertamanya menjabat sebagai Menko Polhukam, Mahfud mengaku akan membereskan persoalan substansi aturan hukum yang tumpang-tindih. Sebab, menurut Mahfud, persoalan itu menghambat investasi.
"Misalnya kalau Anda ingin percepat dwelling time yang dulu dipersoalkan oleh Presiden. Itu kenapa lama sekali sampai 8 hari. Itu hitung-hitungan kan paling lama 4 hari. Sekarang kalau bisa cepat tapi kenapa tidak bisa? Karena antara satu aturan dengan yang lain itu berbeda," ucap Mahfud saat menjadi pembicara dalam Rapat Koordinasi Nasional Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Rakornas Forkompida) di Sentul Interrnational Convention Center (SICC), Bogor, Rabu (13/11).
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini