Berpelukan Erat, Jokowi-Paloh Dinilai Masih Saling Butuh

Berpelukan Erat, Jokowi-Paloh Dinilai Masih Saling Butuh

Danu Damarjati - detikNews
Selasa, 12 Nov 2019 10:11 WIB
Jokowi dan Surya Paloh (Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Kepresidenan)
Jakarta - Usai isu panas pelukan erat Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dengan Presiden PKS Sohibul Iman, akhirnya Surya Paloh berangkulan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pelukan erat itu dinilai sebagai bukti bahwa Jokowi dan Paloh masih saling membutuhkan.

"Kebutuhan tak dapat dihindari. Upaya menjalin kedekatan yang dilakukan Surya Paloh dengan Jokowi dan Megawati Soekarnoputri akan sangat menguntungkan Surya Paloh dan NasDem," kata Direktur Presidential Studies-DECODE UGM, Nyarwi Ahmad, kepada wartawan, Selasa (12/11/2019).



Kebutuhan Surya yang dimaksud di atas, pertama, pengelolaan pembagian kekuasaan di kabinet. Kedua, mengawal target Pilkada 2020, yang konkretnya adalah membangun koalisi dengan PDIP sebagai partai terbesar. Ketiga, mengawal agenda bersama. Bukan hanya Paloh yang membutuhkan Jokowi, tapi Jokowi juga membutuhkan Paloh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jokowi saya kira juga masih butuh Surya Paloh. Bukan hanya dalam kapasitasnya sebagai Ketum NasDem, tapi juga sebagai politisi senior dan penguasa yang memiliki jaringan luas di Indonesia," tutur Nyarwi.



Paloh berjasa besar dalam karier politik Jokowi. Paloh dan partainya mendukung Jokowi di Pilpres 2014, saat Jokowi belum mempunyai sumber daya yang cukup. Dukungan ini dilanjutkan ke Pilpres 2019. Ikatan Jokowi-Paloh semakin kuat.

"Ikatan pertemanan semacam itu saya kira nggak mudah goyang hanya karena intrik-intrik ataupun turbulensi politik sesaat," kata Nyarwi.

Saat ini, di periode kedua Presiden Jokowi, peran Paloh masih dibutuhkan. Paloh dinilainya mampu menyelamatkan Jokowi dari pandangan buruk akibat kebijakan-kebijakan yang tidak populis, yang barangkali bisa saja harus diambil Jokowi di masa mendatang.

Dalam pidatonya di forum HUT ke-8 NasDem semalam, Jokowi juga mengklarifikasi sorotannya terhadap pelukan erat Paloh-Sohibul Iman sebagai candaan sahabat saja serta tak ada rasa curiga dan sinisme. Istilah 'curiga' dan 'sinis' juga dipakai Paloh saat mengulas kembali isu pelukan erat itu dalam pembukaan Kongres II Partai NasDem, Jumat (8/11) lalu.



Nyarwi menilai gaya Jokowi menggunakan kembali istilah yang digunakan Paloh sebagai 'be fire with fire'. Itu adalah istilah dari William Shakespeare, yang kemudian lebih populer versi modifikasinya menjadi 'fight fire with fire', seperti judul lagu kelompok musik heavy metal dari Amerika Serikat, Metallica.

"Be fire with fire artinya merespons atau membalas suatu strategi tindakan/retorika dengan tindakan/retorika yang (hampir) sama. Statement Presiden Jokowi ini kalau dimaknai agak kritis, seperti mengkritik Surya Paloh dengan cara memuji," kata penyabet gelar doktoral dari Bournemouth University ini.



Hal ini dia sebut sebagai perkembangan bagus untuk politik Indonesia. 'Fire political rhetoric' sudah berkembang di negara-negara maju. Meskipun berada dalam satu koalisi, parpol-parpol di Indonesia mulai menunjukkan otonominya. Ini dinilai sehat untuk demokrasi.

"Tentu yang substansial tidak terdapat pada pelukan-pelukan itu kan. Itu semua simbolik saja," kata Nyarwi.
Halaman 3 dari 2
(dnu/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads