"Isu ini cukup membuat kami khawatir. Sebab berkaca dari Revisi UU KPK, saat DPR dan Pemerintah sudah bersepakat, mereka nyaris tidak bisa dihentikan. Tidak ada yang menyetop. Semoga itu tak terulang," tutur Direktur Perludem Titi Anggraini, ketika dihubungi, Senin (11/11/2019) malam.
Perludem mengakui aturan dalam pilkada langsung masih lemah dalam mewujudkan sikap adil dan demokratis. Namun demikian bukan berarti pilkada langsung harus diubah menjadi pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia tak memungkiri, pilkada langsung yang telah berlalu perlu dievaluasi. Itu semua demi memperbaiki kualitas pilkada dari periode ke periode.
"Pilkada langsung memang mutlak untuk dievaluasi karena dalam praktiknya harus diakui masih ditemui berbagai permasalahan yang melemahkan praktik daulat rakyat melalui pilkada langsung. Baik dari kerangka aturan main yang masih menyimpan celah yang bisa mengakibatkan sulitnya upaya mewujudkan kompetisi yang adil dan demokratis, praktik politik transaksional yang masih terjadi pada proses pencalonan maupun saat pemungutan penghitungan suara, maupun politik dinasti yang makin menggurita," ujar Titi.
Titi mengatakan adanya evaluasi bukan untuk serta merta mencabut hak rakyat untuk memilih secara langsung. Namun, justru harus ada solusi untuk menutupi kelemahan dari pilkada langsung.
"Maka, jangan terlalu melompat solusinya dengan melemahkan hak rakyat untuk mengakses daulat rakyat melalui partisipasi politik langsung di pilkada. Justeru reformasi kepartaian yang kita perlukan melalui penataan kelembagaan partai yang berorientasi pada demokratisasi internal partai. Jangan malah mencabut hak konstitusional rakyat untuk berpartisipasi memilih pemimpinnya. Justeru rakyat harus diperkuat dengan pendekatan politik yang berbasis gagasan dan program," katanya.
Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan Usulan rencana kepala daerah dipilih DPRD masih ditampung pemerintah. Mahfud memastikan rencana tersebut dibahas. Namun dia mengatakan belum dipastikan apakah sistem pemilihan kepala daerah akan diganti.
"Dibahas pasti, tapi apa diubah atau nggak itu nanti," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2019).
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mempertanyakan sistem pilkada langsung. Dia menilai sistem pemilu itu menimbulkan dampak negatif, yakni biaya politik yang tinggi.
"Kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem politik pemilu pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun? Banyak manfaatnya partisipan demokrasi meningkat. Tapi juga kita lihat mudaratnya ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," ujar Tito di kompleks parlemen, Jakarta Selatan, Rabu (6/11).
Simak Video "Mendagri Tito Mau Evaluasi Pilkada, DPR Beri Opsi Pemilu Asimetris"
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini