Hal itu dikatakan oleh anggota Komisi III DPR F-PAN Syarifuddin Sudding saat rapat bersama BNPT di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2019). Menurut Sarifuddin, kata radikalisme itu tanpa sengaja langsung menyudutkan agama tertentu.
"Pak Suhardi, saya sebenarnya nggak setuju sama diksi radikalisasi, diksi ini muncul di masa Orde Baru yang berkaitan mengarah ke kiri. Tapi pasca-Orde Baru ini, sehingga sudah ke kanan. Di beberapa kejadian juga dilakukan oleh nonmuslim di Selandia Baru dan lain-lain itu kan kekerasan. Apakah kita nggak bisa gunakan diksi ekstremis atau kekerasan?" Kata Sudding saat rapat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya minta, dalam forum ini, diksi radikal ini dipikirkan ulang bagaimana agar kata radikalisme diganti dengan violent extremism," imbuhnya.
Sementara itu, anggota DPR Komisi III F-Gerindra Rahmat Muhajirin juga meminta kepada Suhardi agar kata radikal itu tidak dipakai. Sebab, menurut Rahmat bahasa itu langsung menyasar ke kelompok agama tertentu.
"Mohon dibatasi, Pak, nggak semua lembaga bicara radikal, karena saya khawatir kadang bahasa radikal menyasar kelompok tertentu," katanya.
Diketahui, Kepala BNPT Suhardi Alius dan Komisi III DPR menggelar rapat kerja. Rapat membahas terkait capaian kerja BNPT dalam penuntasan kasus teror serta hasil pemeriksaan keuangan sementara BPK terkait anggaran BNPT.
Dalam rapat, Suhardi mengatakan hasil pengamatan BNPT orang yang melakukan aksi terorisme seperti meledakkan bom di suatu tempat umum tertentu itu karena keinginannya untuk hijrah ke Suriah tak terpenuhi. BNPT juga dalam hal ini sudah bekerja sama dengan Densus 88 Antiteror Polri.
Dia juga memaparkan hasil BPK sementara terkait laporan keuangan BNPT. Dia mengatakan BPK telah memberikan 8 rekomendasi dan 7 temuan atas anggaran BNPT, dan rekomendasi itu telah ditindaklanjuti oleh BNPT.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini