Gelar Rapat Lanjutan di Komisi II DPR, KPU Usul Eks Koruptor Tak Ikut Pilkada

Gelar Rapat Lanjutan di Komisi II DPR, KPU Usul Eks Koruptor Tak Ikut Pilkada

Zunita Putri - detikNews
Senin, 11 Nov 2019 16:31 WIB
Evi Novida (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Komisi II menggelar rapat lanjutan bersama KPU guna membahas persiapan Pilkada 2020. KPU memasukkan syarat baru di PKPU, yaitu mantan koruptor dilarang maju sebagai kepala daerah dalam PKPU Pilkada 2020.

Rapat tersebut digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2019), dan dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II Arif Wibowo.

Dalam pemaparannya, KPU awalnya menjelaskan akan ada beberapa syarat yang diganti dan dihapus oleh KPU. Hal itu merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi soal terpidana yang mencalonkan diri di pilkada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini kami hapus karena ada putusan MK terpidana yang boleh mencalonkan diri hanya terpidana culpa levis dan terpidana karena alasan politik. Jadi, terpidana lainnya tidak dibenarkan untuk bisa mencalonkan diri dengan mensyaratkan untuk diumumkan. Maka kemudian kami menyesuaikan dengan putusan MK dan kita hapus," kata Evi.


Evi juga mengusulkan penambahan syarat pada calon kepala daerah. Syarat baru itu adalah mantan koruptor dilarang maju di pilkada. Hal itu akan tertuang di PKPU.

"Masih perubahan syarat calon, perubahan syarat calon yang lain adalah Pasal 1 huruf h (terkait) larangan mencalonkan diri, dari mantan bandar narkoba atau mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak. Ini dalam PKPU sebelumnya sudah ada, kemudian kita tambahkan bagi mantan terpidana korupsi, dengan alasan adalah untuk memberikan pilihan calon kepada masyarakat yang bebas korupsi," papar Komisioner KPU Evi Novida Ginting.




Sementara itu, anggota Komisi II F-Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, mengatakan soal rencana syarat pencalonan itu harus mempertimbangkan hak asasi seseorang yang hendak mencalonkan sebagai kepala daerah. Dia juga meminta KPU dan pimpinan Komisi II mempertimbangkan putusan pengadilan yang memiliki hukum tetap.

"Soal PKPU terkait (syarat) pencalonan, saya hanya ingin letakkan cara pikir kita berdasarkan UU Pasal 28 (huruf) j, hak asasi boleh dibatasi, ada pembatasan tapi batasan itu hanya bisa dilakukan oleh UU. Kalau toh mau dibilang UU bicara yang setara. Menurut saya setara itu adalah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap ya," kata Zulfikar saat menyampaikan pendapat.


Dia juga meminta KPU dan Bawaslu mempertimbangkan betul soal terobosan hukum mengenai pengawasan Pilkada. Hal itu guna meminimalisasi masalah di Pilkada 2020.

"Terus tadi Bawaslu termasuk KPU soal pengawas pilkada saya katakan itu terobosan hukum, tapi kan dua hal itu kan diatur UU. Kalau kita sepakat UU KPU Bawaslu, pelaksana UU, apalah itu terobosan hukum," katanya.

"Jadi mohon dipertimbangkan betul terobosan hukum itu. Dan jangan sampai itu jadi persoalan," imbuhnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads