Baca Pleidoi Kasus e-KTP, Markus Nangis Cerita Tak Terima Gaji-Anak Dibully

Baca Pleidoi Kasus e-KTP, Markus Nangis Cerita Tak Terima Gaji-Anak Dibully

Zunita Putri - detikNews
Senin, 04 Nov 2019 16:02 WIB
Foto: Markus Nari menangis saat bacakan pleidoi (Zunita Amalia-detikcom)
Jakarta - Mantan Anggota DPR Markus Nari menangis saat membacakan pleidoi (nota pembelaan). Markus mengaku tertekan karena tersandung kasus dugaan korupsi e-KTP.

"Selama dua tahun lebih saya merasakan penderitaan, tertekan, terhina dan terisolasi dari sahabat, kerabat baik secara nasional maupun konstituen di daerah pemilihan saya. Semua rekening bank saya diblokir oleh KPK sehingga gaji yang masuk ke rekening tersebut tidak dapat saya terima. Hal itu bukan hanya dirasakan oleh saya namun Istri, anak-anak saya dan keluarga besar ikut terkena dampak," kata Markus saat membacakan pleidoi di PN Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (4/11/2019).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sambil menangis, Markus juga bercerita keluarganya kerap mendapatkan bully di lingkungan sosialnya. Dia mengaku anaknya saat ini tidak melanjutkan pendidikan karena takut diejek oleh temannya.

"Yang jadi pikiran terberat saya adalah anak saya yang baru saja menyelesaikan pendidikan SMU sampai dengan sekarang tidak melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi karena takut di-bully, dijauhi, diejek," kata Markus sambil menangis.

"Seharusnya anak saya tidak perlu merasakan dampak dari masalah ini, mengingat dia masih muda dan mempunyai hak untuk menempuh dunia pendidikan," imbuhnya.

Markus mengaku sedih dengan tuntutan jaksa KPK selama 9 tahun penjara. Dia meminta hakim mempertimbangkan pleidoinya.

Markus membantah menerima sejumlah uang terkait proyek e-KTP. Markus mengaku belum melihat wujud uang sepeti didakwakan jaksa KPK.

"Saya tidak pernah menerima dan atau diberikan uang oleh saksi Sugiharto, saya tidak pernah melihat uang dalam bentuk apapun dan saya tidak pernah meminta dari saksi Irman. Saya juga tidak pernah menerima dan melihat uang dari saksi Irvanto dalam bentuk apapun," katanya.

Dia berharap hakim memberi vonis bebas kepada dirinya. Dia kemudian bicara tentang 'lebih baik membebaskan 1.000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah'.

"Saya mohon kepada mejelis hakim agar tidak ragu membebaskan saya, seperti asas hukum 'lebih baik membebaskan 1.000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah'," tutupnya.



Sebelumnya, Markus dituntut dengan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Markus diyakini bersalah memperkaya diri sendiri USD 900.000 dari proyek e-KTP.

Markus diyakini jaksa KPK telah bersalah melanggar Pasal 21 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Halaman 2 dari 2
(zap/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads