"Saya hanya ingin mengingatkan pejabat negara bahwa kewajiban negara adalah menghormati dan melindungi hak asasi dan kemerdekaan individu, termasuk kemerdekaan untuk mengekspresikan apa yang diyakininya sebagai ajaran agamanya," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kepada wartawan, Minggu (3/11/2019).
Taufan menjelaskan hak mengekspresikan keyakinan memang bukan hak asasi yang absolut. Kendati demikian, regulasi pengaturan atasnya harus didasari alasan yang kuat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, prinsip Siracusa adalah pembatasan atau pengurangan hak asasi yang dilakukan atas dasar pertimbangan keselamatan moral bangsa. Bisa juga atas alasan keselamatan dan keamanan nasional atau yang setara dengan itu.
Selain itu, Taufan mengatakan radikalisme tidak bisa didefinisikan dalam hukum yang baku. Atas dasar itu, menurutnya, mereka yang memakai cadar atau celana cingkrang tak bisa langsung dicap radikal. Hal ini justru akan menimbulkan diskriminasi.
"Argumen yang sempat diungkapkan adalah untuk menangkal radikalisme, padahal radikalisme sendiri bukanlah definisi hukum yang baku. Juga argumen itu tidak menunjukkan bukti yang kuat. Ada banyak orang dengan celana cingkrang atau cadar tidak radikal apalagi ikut dalam kegiatan terorisme. Cara pandang ini bisa menimbulkan dampak diskriminasi kepada orang yang menggunakannya," ungkapnya.
Sebelumnya, Menag Fachrul Razi mengatakan tidak ada ayat di Alquran yang mewajibkan ataupun melarang penggunaan cadar atau nikab. Dalam penjelasan terbarunya, Fachrul mengaku tidak dalam posisi melarang cadar, tapi dia mendengar akan ada aturan larangan memasuki instansi pemerintah dengan penutup muka, seperti helm dan sejenisnya.
"Saya denger, saya denger, akan ada keluar aturan tentang masuk ke instansi pemerintah tidak boleh pakai helm dan muka harus kelihatan jelas. Saya kira betullah untuk keamanan. Kalau saya sarankan mungkin, kalau kita ndak ikut-ikut masalah hukumlah ya. Saya kira itu. Kita hanya merekomendasi aturan agamanya aja," ucap Fachrul Razi di Kemenko PMK, Kamis (31/10).
"Kalau kemudian yang terkait bidang hukum mengeluarkan aturan bahwa instansi pemerintah pakai helm, tidak boleh pakai muka... kelihatan, harus kelihatan. Tinggal tafsirkan aja. Kalau ada orang bertamu ke rumah saya nggak kelihatan mukanya, nggak mau dong saya. Keluar Anda," tegas Fachrul Razi.
Selain itu, Fachrul juga mengungkit soal mereka yang memakai celana cingkrang. Menurutnya, meskipun di agama tidak dilarang, ada aturan soal penggunaan celana cingkrang di instansi pemerintahan.
"Kemudian masalah celana-celana cingkrang, itu tidak bisa dilarang dari aspek agama, karena memang agama pun tidak melarang. Tapi dari aturan pegawai, bisa, misalnya di tentara, 'Kamu celana kamu kok tinggi begitu? Kamu lihat kan aturan pimpinan di tentara gimana? Kalau kamu nggak bisa ikuti, keluar kamu!'," ujar Fachrul saat menyampaikan pemaparan di kantor Kemenko PMK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (31/10) kemarin.
Halaman 2 dari 2