Riwayat Sistem Anggaran Warisan Jokowi-Ahok yang Dianggap Anies Tidak Smart

Riwayat Sistem Anggaran Warisan Jokowi-Ahok yang Dianggap Anies Tidak Smart

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Kamis, 31 Okt 2019 13:28 WIB
Foto: Proses input e-Budgeting DKI (Agung Pambudhy)
Jakarta - Cikal bakal anggaran DKI Jakarta terus disorot lantaran muncul beberapa usul anggaran aneh, seperti lem aibon hingga ballpoint. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai pangkal dari semua masalah ini adalah sistem e-Budgeting warisan gubernur sebelumnya yang tidak smart. Beginilah perjalanan sistem itu.

Seperti diketahui,Pemprov DKI dan DPRD DKI terus membahas Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020. Inilah yang nantinya ditetapkan sebagai APBD 2020. Namun, masalah muncul ketika Anggota DPRD DKI Fraksi PSI, William Aditya Sarana menyoroti anggaran lem Aibon senilai Rp 82 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat. Ada pula anggaran ballpoint Rp 124 miliar jadi pertanyaan PSI.


Menanggapi keanehan nilai usulan anggaran yang tak wajar ini, Anies kemudian menyalahkan sistem warisan. Menurutnya, karena sistem itu, pengecekan harus dilakukan secara manual per item.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Iya, jadi sistemnya sekarang ini sudah digital, but not a smart system. Itu hanya digital aja, mengandalkan orang untuk mereview. Itu sudah berjalan bertahun tahun. Karena itu ini akan diubah, tidak akan dibiarkan begitu saja. Lets do it in a smart way," ucap Anies Baswedan kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (30/10/2019).

Anies mengatakan masalah ini juga muncul di era gubernur sebelum dirinya. Oleh sebab itu, dia tidak mau mewariskan hal ini ke penerusnya nanti.

"Kan ditemukan juga di era-era sebelumnya. Selalu seperti ini. Karenanya, menurut saya, saya tidak akan meninggalkan ini ke gubernur sesudahnya, PR ini. Karena saya menerima warisan nih, sistem ini. Saya tidak ingin meninggalkan sistem ini untuk gubernur berikutnya," ucap Anies.


Sistem e-Budgeting sendiri merupakan salah satu sistem yang digagas pada era pemerintahan Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sistem ini kemudian dilaksanakan oleh Ahok ketika menjadi Gubernur. Beginilah kilas perjalanan sistem ini:


1. Digagas di era Jokowi-Ahok

Sistem e-Budgeting mulai digagas pada tahun 2013. Namun untuk penerapannya sendiri dimulai untuk penyusunan APBD 2014. Aturannya tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor 145 Tahun 2013 tentang Penyusunan RAPBD/ APBDP melalui Electronic Budgeting. Pergub ditandatangani oleh Joko Widodo (Jokowi) pada saat menjabat sebagai Gubernur DKI.

"Untuk 2014 perancangannya mungkin bulan depan sudah kita mulai," kata Ahokpada 26 Oktober 2013 silam. Penyusunan anggaran dengan sistem e-Budgeting, kata Ahok, secara sederhananya adalah penggunaan sarana elektonik sejak dari awal proses.


Sistem e-Budgeting ini sendiri diadopsi dari sistem yang juga dipakai oleh Pemkot Surabaya. Salah satu maksud dari adanya sistem ini ialah untuk mencegah munculnya anggaran siluman.

Dari mulai dari Musyawaran Perencanaan Pembangunan (Musrembang) hingga nantinya anggaran disahkan, semuanya akan disajikan secara transparan. "Jadi orang enggak bisa ganti-ganti (program) dan anggarannya juga," ujar Ahok menegaskan.

2. Sulit dimanipulasi

Sistem e-budgeting ini juga sulit dimanipulasi. Hal ini dijelaskan oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) DKI saat itu, Endang Widjajanti.

Dia menjelaskan, dalam konsep ini, anggaran dalam setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) akan memakai kode tertentu. Begitupun rencananya mulai dari tender, laporan keuangan, dan pengumuman lelang juga tidak diterapkan secara manual lagi karena mudah diubah-ubah.

"Intinya untuk menjaga transparan mulai dari angka yang kecil sampai besar. Kalau ada yang bermain nanti ketahuan. Saya targetkan awal tahun depan selesai," kata Endang pada 15 Oktober 2013.


Dengan perincian sampai komponen angka terkecil, sistem e-Budgeting ini bisa menunjukkan angka anggaran yang tidak wajar.


3. Dikunci dengan password

Salah satu alasan e-Budgeting ini sulit dimanipulasi karena dikunci dengan password. Hal ini dijelaskan oleh Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jakarta saat itu, Heru Budi Hartono. Dia menjelaskan, ketika usulan anggaran sudah masuk ke sistem R-APBD, maka sistem dikunci dengan password dan selanjutnya akan diperiksa oleh Gubernur.

"Itu BKPAD yang me-lock atas perintah Gubernur. Setelah jadi semuanya kan diakses oleh Gubernur. Kalau beliau bilang di-lock, akan saya lock," kata Heru, 23 April 2017.

Siapa saja yang bisa mengakses atau mengotak-atik RAPBD? Pemprov hanya mengizinkan pejabat tertentu yang diberikan password untuk mengisi draf RAPBD.

Mereka yang diberikan password adalah Kepala BPKAD, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, asisten-asisten dan beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Kendati begitu, akses mereka tetap terbatas.

"Yang bisa mereka lihat hanya punya mereka saja. Misalnya, suku dinas pendidikan ya yang bisa diakses ya pengajuan mereka saja," lanjut Heru.

4. Sistem e-Budgeting diganjar penghargaan

Sistem e-budgeting ini pun memanen prestasi ketika diterapkan oleh Gubernur Ahok. Pada tahun 2016 sistem ini mendapatkan penghargaan dari Bappenas.

"Termasuk keunggulan kita kan sudah e (electronic) sampai ke e-budgeting. MDGs kan juga diukur, berapa lama orang yang pendidikan, kesehatan. Ada air bersih, sampai kemampuan daya beli. Itu dia yang dinilai," ungkap Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (11/5/2016).

Setidaknya, DKI Jakarta memperoleh tiga penghargaan sekaligus saat itu, yakni Terbaik I Kategori Provinsi dengan Perencanaan Terbaik, Terbaik I Kategori Provinsi dengan Perencanaan Inovatif, Terbaik I Kategori Provinsi dengan Perencanaan Progresif.

5. Sistem e-Budgeting di era Anies

Sistem e-Budgeting ini mulai berbeda ketika berganti kepemimpinan. Sampai tahun 2018 draf anggaran masih diunggah ke situs apbd.jakarta.id. Namun, pada tahun 2019, R-KUA PPAS 2019 tak diunggah. Dokumen yang diunggah terdiri dari (APBD Perubahan) Penyempuraan dan Penyesuaian Hasil Evaluasi Raperda dan Rapergub APBD 2019, Input Perubahan RKA 2019, Penyempurnaan dan Penyesuaian Hasil Evaluasi Raperda dan Rapergub APBD 2019, Input dan Supervisi Kegiatan KUA dan PPAS Hasil Pembahasan Banggar DPRD dan Input-Supervisi Hasil Finalisasi Penyusunan RKPD.


Untuk rencana anggaran tahun 2020, belum ada draf yang diunggah. Padahal, saat ini KUA PPAS sedang dibahas oleh Pemprov DKI dengan DPRD. Perbedaan ini pun dibenarkan oleh Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono.

"Iya, sekarang berbeda. Dulu, walaupun masih rancangan itu diunggah. Itu dalam rangka sebagai umpan publik, biar publik bisa memantau," kata Gembong saat dihubungi, Kamis (31/10).

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Sri Mahendra, mengakui bahwa rencana KUA-PPAS 2020 belum diunggah ke situs APBD DKI. Dokumen itu baru akan diunggah setelah selesai dibahas dengan DPRD DKI Jakarta.

"Setelah KUA-PPAS ditandatangani antara Bapak Gubernur dan pimpinan DPRD. Sistem dengan ini akan disampaikan," kata Mahendra di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (30/10/2019).

6. Sistem e-budgeting mesti disisir

Menanggapi tudingan Anies soal sistem warisan, anggota DPRD DKI dari PDIP Ima Mahdiah yang juga mantan staf Gubernur terdahulu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pun menjawab. Menurut Ima, itu bukan gara-gara sistem e-Budgeting warisan Ahok yang salah, melainkan Anies yang salah.

"Ini kan masalahnya Pak Anies yang tidak monitor anak buahnya menyusun anggaran. Malah menyalahkan sistem e-Budgeting," kata Ima, Rabu (30/10/2019).

Dia mencontohkannya, ketika Ahok sibuk menyisir anggaran. Cara itu ialah supaya tak ada anggaran siluman yang lolos.

"Saya mencontohkan apa yang dilakukan Pak BTP (Ahok) waktu menjabat Gubernur. Beliau selama 13 jam dalam sehari menyisir anggaran bersama dengan seluruh SKPD terkait, untuk bisa meminimalisir anggaran siluman," ujar Ima.


Sementara itu Ahok pun ikut mengomentari sistem e-Budgeting itu. Menurut Ahok, sistem e-budgeting berjalan baik jika tidak ada niat melakukan korupsi.

"Sistem itu berjalan baik jika yang input datanya tidak ada niat mark up, apalagi maling. Untuk mencegah korupsi, hanya ada satu kata, transparansi sistem yang ada," ucap Ahok saat dihubungi, Kamis (31/10/2019).
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads