"Karena ini kebutuhan pertama itu toiletnya, kedua restoran (di destinasi wisata). Karena orang ke restoran pasti ke toilet dulu," kata Nurdin dalam acara Seminar Peranan APBN Dalam Pembangunan Daerah di Balai Diklat Keuangan Makassar, Selasa (29/10/2019).
Nurdin awalnya berkisah saat dirinya menyambut tamu seorang pengusaha dari London, Inggris yang berkunjung ks Sulsel. Pengusaha asal London itu sempat kagum dengan keindahan alam yang ada di Toraja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di perjalanan tamu asal London itu ingin buang hajat. Namun saat itu ketersediaan toilet berstandar internasional belum ditemukan.
"Ketika tamu kita mau buang hajat ya sasaran kita Pom bensin atau masjid," ungkapnya.
Untuk itu Nurdin memastikan akan membangun toilet dengan standar internasional di jalur-jalur menuju destinasi wisata. Pembangunan toilet dilakukan salah satunya dengan menggunakan dana CSR.
"Kemarin kita sepakati CSR teman-teman perbankan itu alokasikan ke toilet. Jadi seluruh kabupaten kota, kawasan-kawasan wisata toiletnya ini saya minta supaya jangan ditender, jadi buat PL (penunjukkan langsung)," jelasnya.
Nurdin mengingatkan agar perusahaan yang ditunjuk langsung untuk membangun toilet di jalur wisata ialah perusahaan yang memang ahli membangun toilet.
"Dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan yang spesial di toilet. Jadi betul-betul harus dianggarkan untuk kualitas toiletnya harus standar (internasional)," paparnya.
Nurdin Tegaskan Tingkatkan PAD Sulsel Lewat Sektor Pariwisata
Nurdin menegaskan, bahwa Sulsel memiliki potensi wisata yang besar khususnya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Menurutnya banyak sektor pariwisata yang menjanjikan jika infrastruktur pendukungnya dibangun.
"Oleh karena itu APBN/APBD kita 2020 ini kita akan dorong ke pariwisata. Jadi berbagai infrastruktur termasuk akses, fasilitas (di objek pariwisata)," katanya.
Nurdin menilai kebutuhan dasar para wisatawan yang datang ke Sulsel belum tersedia dengan baik, salah satunya papan atau plang penunjuk ke berbagai daerah wisata. Nurdin kembali mencontohkan wisatawan yang tiba di Makassar bingung saat hendak menuju ke Kabupaten Tana Toraja.
"Setiap misalnya kita mau ke Toraja, dapat perempatan kita sudah bingung, ini mau ke mana," ungkapnya.
"Jadi ini, ya masih bagus kalau orang bisa buka GPS, tapi GPS itu belum tentu, ya bisa saja eror. Jangan-jangan kita pakai GPS harusnya kita lurus, karena GPSnya ke kanan kita mau ke Toraja turunnya ke Bone," imbuhnya.
Selain itu, menurut Nurdin tidak tersedianya dengan baik papan penunjuk ke berbagai daerah wisata membuat wisatawan bingung berapa kilometer jarak destinasi wisata yang dituju dari Kota Makassar. Padahal, ketersediaan papan penunjuk tersebut dapat berefek ke sektor ekonomi masyarakat, salah satunya jasa rental kendaraan.
"Masyarakat kita dari berbagai daerah, itu dari domestik, terus manca negara. Bagaimana menumbuhkan rental mobil, bus, dan sebagainya, sementara mereka mengunjungi daerah-daerah wisata papan penunjuknya saja sangat minim," imbuhnya. (nvl/fdn)











































