Komnas HAM Mengungkap 3 Hari Berdarah di Akhir Mei

Round-Up

Komnas HAM Mengungkap 3 Hari Berdarah di Akhir Mei

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 29 Okt 2019 07:50 WIB
Foto Konpers Komnas HAM: Farih Maulana Sidik/detikcom
Jakarta - Komnas HAM mengungkap hasil investigasi yang dilakukan Tim Pencari Fakta (TPF) terkait demo ricuh 21-23 Mei 2019. Investigasi dilakukan terkait jatuhnya korban jiwa di akhir Mei tersebut.

"Kekerasan yang terjadi dalam peristiwa 21-23 Mei 2019 adalah kelanjutan dari sikap yang menolak hasil pilpres yang telah diumumkan oleh KPU RI," ujar Wakil Ketua TPF Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers di Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

TPF Komnas HAM telah bertemu dengan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Polri yang dipimpin Komjen Moechgiyarto pada 11 dan 17 Juni 2019. Informasi dari TGPF Polri, Beka menyebut ada 10 orang tewas dari peristiwa tersebut di Jakarta dan Pontianak.

Beka menyebut 8 orang terluka tembak dan 1 orang terluka di kepala dari hantaman benda tumpul di Jakarta. Sedangkan seorang lagi di Pontianak mengalami luka tembak.

"Empat dari 10 orang yang meninggal dunia adalah anak-anak sehingga patut diduga ada upaya menjadikan anak-anak sebagai korban dan sasaran kekerasan untuk memancing emosi massa," kata Beka.



Selain itu, TPF Komnas HAM juga menyoroti kekerasan yang dilakukan oknum polisi. Bukti kekerasan itu disebut terekam dalam video di Kampung Bali, di depan kantor Kementerian ATR/BPN, di Jalan Kota Bambu Utara I, di Pos Penjagaan Brimob, dan di Jalan KS Tubun.

Beka mengatakan kekerasan itu tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Untuk itu, dia meminta petinggi Polri untuk menjatuhkan tindakan tegas pada para oknum itu.

TPF juga menemukan adanya laporan orang hilang setelah peristiwa 21-23 Mei tersebut. Beka mengatakan total ada 32 laporan orang hilang yang diduga akibat akses informasi dari kepolisian yang tidak sampai pada keluarga.

Komnas HAM: Korban Tewas Bukan Ditembak Polisi

Komnas HAM menyebut delapan korban di Jakarta tewas terluka tembak, sedangkan seorang lainnya terluka di kepala akibat hantaman benda tumpul. Sedangkan seorang korban di Pontianak juga terluka tembak. Beka mengatakan penembak diduga orang terlatih.

"Jatuhnya korban meninggal 8 orang di Jakarta dan 1 orang di Kota Pontianak akibat luka tembak dengan peluru tajam yang tersebar dalam 9 titik lokasi yang berjarak cukup jauh dan dalam waktu yang hampir bersamaan menunjukkan bahwa pelakunya adalah terlatih dan profesional dalam menggunakan senjata api," kata Beka.



Dari informasi itu, Beka menyimpulkan pelaku penembakan lebih dari 1 orang. Dia mengatakan ada kemiripan luka yang didapat korban. Sehingga diduga aktor penembakan merupakan kelompok terorganisir.

Komnas HAM menyatakan pelaku penembakan bukan polisi karena tidak ada anggota Polri yang membawa senjata api peluru tajam dalam pengamanan demo. Hal ini diketahui setelah dilakukan pemeriksaan terhadap Irwasum, Kadivkum Mabes Polri, hingga komandan satuan yang bertugas.

"Fakta ada korban yang tertembak bisa dari samping ketika kemudian kami rekonstruksi antara kelompok massa kemudian polisi ternyata korbannya itu (tertembak) dari samping. Itu kemudian faktanya sementara polisi ada di depan," katanya.

"Kedua pola peristiwa yang ada hampir sama antara korban satu dengan yang lain dan itu saya kira membuktikan bahwa mereka terorganisir," sambungnya



Sebelumnya, Polri mengatakan 4 dari 9 korban peristiwa kerusuhan 22 Mei dipastikan tewas akibat tertembak peluru tajam. Kepastian tersebut didapat setelah tim forensik RS Polri melakukan autopsi terhadap keempat jasad korban.

"Ini sudah dilakukan autopsi dan hasilnya bahwa empat (korban) jelas merupakan korban meninggal dunia karena adanya peluru tajam," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (17/6/2019).

Asep menerangkan, dari empat korban yang diautopsi, tim forensik menemukan proyektil peluru di tubuh dua korban bernama Harun Al Rasyd dan Abdul Aziz. Sementara pada jasad dua korban lainnya tidak ditemukan proyektil.



Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Suyudi Ario Seto, pernah memaparkan, korban Harun Rasyid, ditembak dari jarak sekitar 11 meter di dekat Flyover Slipi, Jakarta Barat. Ciri-ciri pelaku, kata polisi, juga sudah diketahui.

"Terhadap Harun Rasyid sudah dilakukan autopsi dan memang ditemukan proyektil peluru ukuran 9x17 mm, diduga ini adalah dari senjata non-organik Polri," kata Suyudi di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2019)

"Arah tembakan itu memang miring, jaraknya hanya 11 meter, kemudian arahnya juga lurus mendarat, karena posisinya ada trotoar agak tinggi, jadi diduga pelaku ini agak tinggi," imbuhnya.



Suyudi menyebut pelaku diduga memiliki tinggi badan 175 cm dan berambut lurus agak panjang. Ciri itu didapat dari saksi yang berada di lokasi. Dia menjelaskan titik pelaku penembakan berbeda dengan titik polisi yang melakukan pengamanan. Dalam kerusuhan di Slipi itu, jarak polisi dengan perusuh sekitar 100 meter.



Sementara, korban lainnya yang juga tewas karena tembakan adalah Abdul Aziz. Polisi menyebut Abdul ditembak dari jarak 30 meter.

"Saudara Abdul Aziz yang ditemukan kurang lebih 100 meter dari Asrama Brimob tepatnya di depan rumah sakit Pelni, ini juga diduga dilakukan oleh orang yang tidak dikenal dengan jarak yang tidak terlalu jauh, kurang lebih sekitar 30 meter dari arah belakang, terkenal di punggung sebelah kiri kemudian proyektilnya tersisa di dada sebelah kiri juga," ujar Suyudi.
Halaman 4 dari 4
(jbr/zap)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads