"Kasus ini tidak ada buktinya. Kita dari awal tidak pernah tahu uang apa yang diberikan, tidak pernah ada dalam persidangan. Berapa jumlahnya nggak jelas, mata uang apa yang diberikan itu tidak jelas dalam persidangan," kata Markus Nari usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Raya, Jakarta, Senin (28/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Andi Narogong dalam fakta persidangan tidak pernah pernah memberikan uang kepada saya. Tidak pernah menyuruh memberikan uang," ucap dia.
"Jadi kita bersidang selama beberapa hari, sia-sia saja karena tidak dipertimbangkan dalam persidangan tuntutan JPU," sambung Markus.
Selain itu, Markus mengaku tidak pernah menekan mantan anggota DPR Miryam S Haryani selama proses penyidikan kasus proyek e-KTP. Justru penyidik KPK Novel Baswedan disebut Markus yang menekan Miryam.
"Kami didakwa pasal 21, tidak pernah yang bersangkutan merasa ditekan oleh saya. Malah dalam persidangan Novel itu yang menekan Miryam, sampai pada hari persidangan Miryam, sebelum dia mencabut (BAP)," jelas dia.
Markus Nari sebelumnya dituntut 9 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Markus Nari diyakini bersalah memperkaya diri sendiri USD 900.000 dari proyek e-KTP.
Jaksa menyebut Markus Nari menerima uang USD 400.000 dari mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Sugiharto. Markus juga menerima uang USD 500.000 dari Andi Narogong melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Selain itu, Markus Nari juga diyakini bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Markus disebut sengaja mencegah atau merintangi pemeriksaan di sidang terhadap Miryam S Haryani yang saat itu berstatus sebagai saksi dan Sugiharto yang kala itu berstatus sebagai terdakwa.
Atas perbuatan itu, Markus diyakini bersalah melanggar Pasal 3 dan Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini