Olok-olok SJW Dinilai sebagai Upaya Cari Musuh Usai Pilpres

SJW di Medsos

Olok-olok SJW Dinilai sebagai Upaya Cari Musuh Usai Pilpres

Danu Damarjati - detikNews
Sabtu, 26 Okt 2019 18:41 WIB
Foto ilustrasi (detikcom)
Jakarta - Meski Pilpres 2019 telah usai, tapi debat-debat di media sosial masih diwarnai olok-olok antarkubu. Pemerhati politik menilai masih ada upaya cari musuh meski persaingan di pilpres sudah tak relevan lagi. Konsep social justice warrior (SJW) muncul sebagai kubu baru, ditempatkan sebagai musuh bersama.

"Dalam konteks sekarang, olok-olok itu bagian dari upaya konstruksi tentang siapa sebenarnya musuh bersama atau 'common enemy' usai dikotomi cebong-kampret selesai pasca-Pemilu 2019," kata peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati, kepada wartawan, Sabtu (26/10/2019).



Kenapa pula harus ada musuh bersama dan siapa yang menciptakannya? Tujuan dan pihak yang berkepentingan tidak tunggal. Sedangkan kubu yang dilabeli sebagai 'SJW' dinilai kelompok yang berkepentingan mempunyai sikap yang bertentangan dengannya, maka perlu diolok-olok.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"SJW itu kalau menurut saya ekspresi 'internet troll', yakni upaya menyudutkan individu/kelompok tertentu melalui asosiasi terhadap isu atau simbol tertentu," kata Wasisto, yang sedang menempuh studi master ilmu politik di The Australian National University, Canberra.



Apakah olok-olok dan 'main cap' ini sehat bagi interaksi di media sosial? Wasisto menganggap sehat-tidaknya hal ini tergantung individu masing-masing. Namun secara umum, mereka yang menuding kubu tertentu di media sosial sebagai SJW adalah kelompok yang punya kepentingan atau pihak yang penasaran belaka.

"Labelling ini merupakan ekspresi natural dari warganet kita. Mereka berupaya untuk menghimpun massa online dalam upaya membangun opini publik," tuturnya.


Dalam tulisannya di Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 2 Tahun 2016, Wasisto menjelaskan soal kelas menengah yang menjadi pemain utama aktivisme di media sosial. Konteksnya adalah tahun 2014, saat media sosial mulai diwarnai oleh kepentingan politik pilpres.

Ada perilaku warganet kelas menengah usia muda yang dia sebut sebagai cyberactivism (aktivisme siber), yakni kampanye politik berbasis medsos. Cyberactivism menjadikan isu politik yang semula elitis menjadi isu yang populer. Bahkan isu yang diangkat sebenarnya adalah isu privat yang sangat terkait dengan keseharian, namun bisa menjadi perhatian khalayak luas.

"Cyberactivism berjasa besar menjadikan demokrasi bekerja di ruang publik," tulisnya.



Cyberactivism muncul karena kelas menengah muda ini tak lagi percaya dengan media massa. Aksi ini juga lain dengan jurnalisme warga (citizen journalism) karena tak ada administrator yang cukup sakti mengelola belantara opini. Cyberactivism lebih dekat kepada 'netizen journalism' yang tanpa administrator. Ini adalah ciri gerakan sosial baru.

Namun Wasisto menganggap aktivitas SJW belum tentu termasuk cyberactivism. Aktivitas akun-akun yang mendapat cap SJW terlalu beragam, sehingga tidak bisa disederhanakan menjadi satu kategori saja, bisa saja mereka buzzer (pendengung), bisa pula influencer dengan pengikut lebih dari 50 ribu follower atau benar-benar akun dari anggota masyarakat yang asli dan sukarela.

"Label ini (SJW) disematkan pada individu atau kelompok yang 'berupaya' membuat disrupsi di akar rumput pasca-rekonsiliasi di tingkat elite politik," tuturnya, memberi komentar secara terpisah.


Terpantau dari grafik Google Trends, pencarian dengan kata kunci 'cebong' di Indonesia terlihat mengalami penurunan dalam 12 bulan terakhir ini. Puncaknya ada pada 14-19 April 2019, mencapai skala 100 alias paling tinggi dalam popularitas relatif. Namun pada 20-26 Oktober, popularitas relatifnya sudah menurun, menunjukkan angka 17 saja.

Kata 'kampret' juga mengalami puncaknya pada 14-20 April 2019. Grafiknya tenggelam pada 20-26 Oktober, popularitas relatifnya menunjukkan angka 21, kurang dari seperempatnya saat mencapai puncak (angka 100) pada bulan April.

Pencarian dengan kata kunci 'SJW adalah' mencapai puncaknya pada 29 September hingga 5 Oktober kemarin. Kata kunci 'social justice warrior adalah' juga terpantau meningkat pada rentang waktu yang sama, bahkan grafik popularitas relatifnya meningkat dari 20 hingga 26 Oktober.
Halaman 2 dari 3
(dnu/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads