"Itu adalah sekadar spekulasi yang sensasional. Ukuran rasionalnya apa? Tidak duduk dalam Kabinet Indonesia Maju?" ungkap anggota Fraksi PDIP Aria Bima saat dimintai tanggapan, Sabtu (26/10/2019).
Andi Arief menyinggung dendam Megawati ke Ketum PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menurun ke sang putra sulung, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Demokrat memang disebut-sebut mengajukan nama AHY untuk bisa menjadi salah satu menteri Jokowi. Namun pada akhirnya, tak ada perwakilan Demokrat di Kabinet Indonesia Maju.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bima membantah tak masuknya Demokrat ke kabinet lantaran campur tangan Megawati. Ia mengingatkan hangatnya sambutan Megawati ke AHY saat datang bersilaturahmi. Selain itu, saat Megawati ikut melayat istri SBY, Ani Yudhoyono.
"Jadi tidak ada, kemarin AHY datang disambut dengan baik. Kemudian (Megawati) datang juga tausiah saat di TMP. Waktu 1998, zaman Pak Harto dihujat, Bu Mega minta mahasiswa jangan menghujat, malah dibela kok. Tidak ada watak Bu Mega dendam, beliau negarawan," sebut Bima.
Eks anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf ini juga membantah Megawati memiliki dendam ke AHY. Bahkan, menurut Bima, Megawati menganggap AHY sebagai salah satu tokoh muda masa depan bangsa.
![]() |
"Saya tidak melihat soal Agus ini karena dendam karena Bu Mega melihat sosok Agus ini sebagai harapan pemimpin masa depan," ucapnya.
Bimo pun menganggap tudingan Andi Arief hanya sebatas imajinasi. Soal permasalahan Megawati dan SBY saat Pilpres 2004 dulu disebutnya sudah lama selesai.
"Itu imajinasi yang ilutif, tidak bisalah mengaitkan itu, hubungan Bu Mega dan Pak SBY, itu sudah selesai," tegas Bima.
Soal gagalnya Demokrat masuk ke kabinet Jokowi, dia menilai itu lantaran cara politik Demokrat yang main di dua kaki. Bima meminta Demokrat, termasuk Andi Arief, introspeksi diri sebelum menyalahkan orang lain.
"Perlu ada komprehensif ke dalam. Bagaimana Andi Arief dengan Demokrat tidak pernah tegas mengambil sikap. Kalau berkaca dari sikap politik selama pilpres, jelas terkesan tidak tegas yang oleh karenanya publik menyebut sebagai politik 2 kaki," tuturnya.
"Karena itu, silakan dengan 2 kakinya itu menjadi penyeimbang di luar kabinet. Tidak perlu dikaitkan dengan Ibu Mega segala. Terlalu naif dan sentimentil, lebay banget sih," imbuh Bimo.
Terkait hal ini, Bimo menilai sikap Ketum Gerindra Prabowo Subianto jauh lebih dihargai. Tak heran, Jokowi memilih menampung Prabowo sebagai menteri, meski di pilpres merupakan rival.
"Lebih menghormati Pak Prabowo yang punya sikap. Bu Mega lebih menghormati sikap yang tegas," kata Bima.
Sementara itu, menurut politikus PDIP Hendarawan Supratikno, Andi Arief salah menafsirkan situasi politik yang terjadi. Padahal soal Demokrat yang tak masuk kabinet, menurutnya, itu peristiwa politik biasa.
"Andi Arief menafsirkan relasi dan rivalitas antar-politisi dalam narasi dan memori yang kelam dan mencekam. Padahal yang terjadi adalah hal biasa: tarik-menarik antara kesempatan dan pilihan," ujar Hendrawan secara terpisah.
Dia mengingatkan Jokowi tak mungkin bisa mengakomodasi semuanya. Apalagi untuk posisi di kabinet, jumlahnya sangat terbatas.
"Posisi dalam kabinet, seperti kita tahu, sangat terbatas. Dari yang terbatas, masih dibuat porsi untuk orang parpol dan non-parpol. Yang parpol daftar antreannya panjang. Presiden harus memilah dan memilih karena belum semua bisa ditampung," ucapnya.
"Namun kerja sama politik bisa dibangun dan ditunjukkan di berbagai medan pengabdian. Di legislatif, politik gotong royong dan inklusivitas sudah terbangun," tambah Hendrawan.
Hendarawan pun menganggap narasi Andi Arief tidak tepat. "Jadi cara pandang simplistik-reduksionistik gaya Andi Arief mengaburkan dinamika dan kompleksitas empiris yang ada," sambung dia.
Sebelumnya, Andi Arief menyinggung soal dendam Megawati ke SBY yang menurun ke AHY. Dia menganggap dendam itulah yang menjegal AHY masuk kabinet.
"Awalnya saya menduga bahwa dendam Ibu Megawati itu hanya pada Pak SBY, ternyata turun juga ke anaknya, Agus Yudhoyono," ungkap Andi Arief kepada wartawan, Sabtu (26/10).
Andi Arief juga menyinggung soal harapannya agar Jokowi mampu meredam 'dendam' Megawati ke SBY. "Tadinya saya melihat Pak Jokowi mampu meredakan ketegangan dan dendam ini, rupanya belum mampu," ujarnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini