Keluarga Korban Lion Air PK-LQP Tak Puas dengan Hasil Investigasi KNKT

Keluarga Korban Lion Air PK-LQP Tak Puas dengan Hasil Investigasi KNKT

Danu Damarjati - detikNews
Jumat, 25 Okt 2019 18:15 WIB
Ilustrasi (Luthfy Syahban/detikcom)
Jakarta - Keluarga korban Lion Air PK-LQP tidak puas atas hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terhadap kecelakaan pesawat Boeing 737-8 MAX pada 29 Oktober 2018 itu. Keluarga pesimis hasil investigasi ini bisa membuat pihak Lion Air dan Boeing berbenah.

"Dari awal sampai hari ini tidak ada kepuasan. Sangat tidak ngefek ke operator," kata Anton Sahala, juru bicara keluarga korban atas nama Muhammad Rafi Ardian (24) dan Rian Ariandi (24), kepada wartawan, Jumat (25/10/2019).


Anton mengemukakan, sistem pendukung yang dikembangkan Boeing selaku pabrikan pesawat tidak tepat. Sistem itu bernama Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), semacam sistem anti-stall. Fitur baru itu menyebabkan Lion Air celaka. Anton sulit mengemukakan harapan untuk penyelesaian kasus jatuhnya Lion Air.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bingung juga kami menaruh harapan ke siapa, ke Lion Air atau pemerintah, karena dua-duanya 'tidak hadir'," kata Anton.


Dia ingin pihak keluarga diajak duduk bersama. Dia ingin agar dua hal terlaksana. Pertama, Lion Air menuntaskan kewajiban terhadap korban sesuai Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Penumpang yang meninggal dunia diberi ganti rugi Rp 1,25 miliar. Kedua, dia ingin agar pembangunan monumen untuk korban Lion Air segera direalisasi.

"Dari keluarga saya ada dua, pihak Rafi sudah menerima ganti rugi dengan 8 halaman release and discharge yang ditanda tangani secara terpaksa. Sedangkan pihak Rian belum menerima ganti rugi," kata dia.

Pihak keluarga kopilot, Harvino, juga tidak puas. Adik Harvino, Vinni Wulandari, tidak terima dengan poin nomor 9 hasil investigasi KNKT yang menyalahkan Harvino.

"Kurang puas, karena masih ada poin nomor 9. Tolong hilangkan kata kurang koordinasi antara pilot dan kopilot," kata Vinni, menyampaikan tanggapannya secara terpisah.


Poin nomor 9 hasil investigasi KNKT berbunyi: Beberapa peringatan, berulangnya aktivasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif. Hal ini diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal, dan komunikasi antarpilot, berdampak pada ketidakefektifan koordinasi antarpilot dan pengelolaan beban kerja. Kondisi ini telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini.

Meski kurang puas, Vinni berterima kasih kepada KNKT karena telah menginvestigasi kasus ini selama setahun. Kini dia berharap Boeing berbenah dan bertanggung jawab serta berhenti mempertaruhkan nyawa manusia dalam bisnisnya.

"Boeing harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dia perbuat. Karena kesalahan mereka, ratusan orang meninggal," kata Vinni.
Halaman 2 dari 2
(dnu/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads