Majelis Hakim yang diketuai Hakim Kurnia Yani Darmono, dengan anggota Hakim Mahfudin, dan Alfon, menghukum PT AUS untuk membayar ganti rugi materiil dan biaya pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp 261 miliar. Putusan ini lebih rendah dari gugatan yang diajukan KLHK sebesar Rp 359 miliar.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK Rasio Ridho Sani mengapresiasi putusan majelis hakim. Rasio menegaskan karhutla merupakan kejahatan luar biasa.
"Kami melihat putusan ini menunjukkan bahwa karhutla merupakan sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Pihak korporasi harus bertanggung jawab atas karhutla di lokasi mereka," ujar Rasio Sani dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/10/2019).
Majelis hakim, menurut Rasio Sani, telah menerapkan prinsip in dubio pro natura, prinsip kehati-hatian serta dalam mengadili perkara menggunakan beban pembuktian dengan pertanggung jawaban mutlak (strict liability).
"Kami sangat menghargai putusan ini," ujarnya.
Rasio mengatakan KLHK tidak akan berhenti mengejar pelaku karhutla. KLHK akan terus melacak jejak karhutla meskpikun sudah berlansun lama.
"Walaupun karhutla sudah berlangsung lama, akan tetap ditindak. Kita dapat melacak jejak-jejak dan bukti karhutla sebelumnya dengan dukungan ahli dan teknologi," kata Rasio.