"Kami gabungkan di Pusat Legislasi Nasional. Kontrol langsung oleh presiden, satu pintu agar tak tumpang tindih. Perda juga harus konsultasi ke Pusat Legislasi Nasional. Kita sederhanakan semua. Apabila ada tumpang tindih langsung kelihatan bisa kita lakukan revisi," ungkap Jokowi saat debat pilpres beberapa waktu lalu.
Untuk menuju pembentukan Pusat Legislasi Nasional, Pemerintah kemudian merevisi UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Pada September 2019, revisi UU P3 dikabulkan DPR dan disahkan pada pertengahan Oktober.
Lalu, apa tugas kementerian/lembaga tersebut? Berikut ini amanat UU:
1. Mewakili pemerintah menyusun Prolegnas di DPR.
2. Mewakili pemerintah mengajukan RUU di DPR di luar Prolegnas.
3. Merancang penyusunan RUU dari Presiden.
4. Mengharmonisasikan, membulatkan dan memantapkan konsepsi RUU dari Presiden.
5. Mewakili Presiden mengkoordinasikan pembahasan RUU di DPR.
6. Merancang Peraturan Pemerintah.
7. Mengharmonisasikan, membulatkan dan memantapkan konsepsi Rancangan Peraturan Pemerintah.
8. Mengharmonisasikan, membulatkan dan memantapkan konsepsi Rancangan Peraturan Presiden.
9. Mengharmonisasikan, membulatkan dan memantapkan konsepsi Rancangan Perda Provinsi.
10. Menterjemahkan peraturan perundangan ke bahasa asing.
11. Memantau dan meninjau pelaksanaan UU mewakili pemerintah.
Nah, dalam pidato pelantikan sebagai presiden, Jokowi bukannya menegaskan lagi Pusat Legislasi Nasional, tapi menyerukan omnibus law. Jokowi akan memangkas puluhan UU dengan membentuk UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, dalam pelantikan Kabinet Indonesia Maju, lembaga yang khusus menangani legislasi tidak jadi dibentuk. Lembaga yang statusnya dinaikkan menjadi setara menteri adalah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan dijabat oleh Bahlil Lahadalia. Lalu bisakah omnibus law tanpa lembaga khusus?
Pesan Perpisahan Ryamizard ke Jajarannya: Loyal Sampai Mati:
(asp/aan)