"Di dalam sistem presidensial itu tidak ada mengenal oposisi atau bukan oposisi. Dan juga tidak mengenal faktor keseimbangan karena, masuknya kader-kader partai ke dalam struktur pemerintahan tidak menghilangkan fungsi seluruh anggota partai yang duduk di parlemen untuk melakukan kontrol dan pengawasan," kata Wasekjen DPP Partai Golkar Maman Abdurrahman kepada wartawan, Rabu (23/10/2019).
Maman mengatakan, masuknya kader partai dalam struktur pemerintahan juga tidak menghilangkan fungsi partai dalam melakukan kontrol dan pengawasan. Dia menegaskan, setiap kader dalam parlemen harus melakukan fungsi pengawasan kepada pemerintahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal senada juga disampaikan politikus Golkar Dave Laksono. Dave menambahkan, selain DPR, banyak juga lembaga Pemerintah yang memiliki fungsi pengawasan, semisal Ombudsman.
"Kalau misalnya ada pelanggaran undang-undang di Pemerintah, itu kan ada aparatur berlapis yang memastikan semua kebijakan Pemerintah sesuai undang-undang. Dan dan ada juga lembaga-lembaga berlapis seperti Ombudsman dan lain-lain untuk memastikan semua roda pemerintahan berjalan sesuai dengan tupoksinya," kata Dave.
Pengamat politik dari Universitas Diponegoro Semarang, Teguh Yuwono, sebelumnya menyatakan kekhawatiran tentang tidak adanya kelompok penyeimbang jika oposisi bergabung dengan Pemerintah. Dia khawatir akankah pemerintahan tetap berjalan dengan pengawasan atau menjadi pemerintahan dengan kekuatan tunggal.
"Positifnya kalau gabung, ketegangan politik turun, program pemerintah cepat jalan tanpa direcoki dengan yang belum menerima kekalahan. Ya negatifnya tidak ada lagi kekuatan penyeimbang pemerintah. Seperti kekuatan tunggal," kata Teguh pada detikcom, Selasa (22/10/2019).
Sisi buruk lainnya, lanjut Teguh, jika ada oknum jahat akan melancarkan korupsi, maka semakin mudah. Maka harus diperkuat langkah-langkah antisipasi korupsi di pemerintahan. ""Ini skenario yang kita lihat saja, hasilnya minimal bisa kita lihat 6 bulan pertama di kabinet 'gemuk' ini," katanya.
Halaman 2 dari 2