Para Wakil Ketua MPR terpaksa berjalan di bagian belakang rombongan karena banyaknya petugas pengiring. Di depan tempat duduknya, Soeharto berdiri kurang dari semenit, memberi kesempatan pada puluhan wartawan foto yang berebutan ingin mengabadikan peristiwa yang berlangsung pada, Jumat pagi, 23 Maret 1973 itu.
Baca juga: Sekondan Soeharto di Pusaran G30S/PKI |
Kira-kira pukul 09.00 WIB lebih sedikit, KH Idham Chalid membuka sidang pleno setelah lagu kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan. Pidatonya singkat. Kiai asal Kalimantan Selatan itu menguraikan tentang acara utama pada pagi itu, yakni upacara pengambilan sumpah jabatan bagi presiden yang telah dipilih anggota MPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harian Sinar Harapan menggambarkan banyak anggota MPR yang bahkan tidak sempat menyaksikan pengesahan Jenderal Soeharto sebagai presiden karena singkatnya waktu. "Sejumlah anggota MPR tampak tergopoh-gopoh naik tangga berjalan untuk mengikuti rapat paripurna. Tapi belum sempat sampai ruangan, rapat sudah selesai."
"Ada pula di antaranya yang baru saja duduk di kursinya lalu langsung ikut bertepuk tangan seperti anggota lainnya tanda setuju terpilihnya kembali Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia," seperti yang dikutip dari harian Sinar Harapan edisi 24 Maret 1973.
Jelas saja mantan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu terpilih secara bulat. Semua fraksi yang ada di MPR mulai dari Fraksi Karya Pembangunan, Fraksi Persatuan Pembangunan, Fraksi Demokrasi Indonesia, dan Fraksi Utusan Daerah kompak mengajukan namanya sebagai satu-satunya calon presiden.
Saat itu merupakan kali pertama Jenderal Soeharto dipilih oleh MPR hasil pemilihan umum. Sebelumnya, pada Maret 1967, jenderal kelahiran Kemusuk, Yogyakarta itu diangkat jadi Pejabat Presiden menggantikan Sukarno melalui Sidang Istimewa MPRS. Lalu kemudian jadi presiden definitif setahun kemudian melalui Sidang Umum MPRS.
Pendeknya waktu penetapan Jenderal Soeharto sebagai presiden, rupanya "menular" pada upacara pelantikan. Setelah berpidato singkat KH Idham Chalid meminta semua peserta sidang berdiri ketika dibacakan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1973 tentang "Pengangkatan Presiden RI"
Lalu Jenderal Soeharto mengucapkan sumpah jabatan presiden, diikuti penyerahan Tap MPR No. IX dan Tap MPR No. IV tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Disambung membacakan pidato pelantikan yang sebelumnya sudah disiapkan Sekretariat Negara.
Dalam pidatonya Soeharto menyebut bahwa satu-satunya janji yang berani dikemukakannya saat itu yakni akan bekerja dan berusaha sekuat kemampuan yang dimilikinya untuk memimpin bangsa Indonesia melangkah maju lagi dalam usaha mencapai cita-cita.
"Saya pikul tugas berat itu semata-mata karena saudara-saudara 120 juta rakyat Indonesia percaya pada kepemimpinan saya. Dan saya lebih percaya, bahwa hanya dengan bantuan 120 juta rakyat, tugas yang berat itu, Insya Allah dapat kita selesaikan bersama," ujar Soeharto.
Presiden yang kemudian memerintah sampai tahun 1998 itu juga menyebut bahwa dirinya ingin mendapat pengawasan dan petunjuk dari rakyat dan wakil rakyat. "Dalam melakukan pengawasan dan memberi petunjuk itu, tunjukkanlah rencana-rencana atau jalan-jalan yang lebih baik, pasti saya akan kerjakan."
Soeharto ternyata memberi sedikit koreksi dengan menambahkan satu kalimat pada naskah pidato pelantikan yang panjangnya delapan halaman itu. Oretan dengan tulisan tangan itu berbunyi, "masyarakat yang beragama, masyarakat yang tertib dan dinamis".
Soenarto Soedarno, Asisten Khusus Menteri Sekretaris Negara, sejak 1970-an, yang turut menyusun naskah pidato itu membenarkan tulisan tangan tersebut milik Soeharto. "Betul itu tulisan tangan beliau (Soeharto)," ujarnya pada detikcom beberapa waktu lalu. "Beliau memang tidak asal baca naskah, tapi juga dikoreksi."
Harian Kompas yang terbit 24 Maret 1973 menyebut Jenderal Soeharto hanya berdiri 11 menit di depan corong membacakan naskah pidato pelantikannya itu. Sidang pun ditutup dengan pidato KH Idham Chalid. "Sidang ditutup tepat pada jam 9.30, tidak lebih dan tidak kurang," tulis harian Kompas.
Presiden Soeharto lalu meninggalkan ruangan sidang diiringi tepukan riuh. Sambil berjalan, sesekali dia mengangguk dan tersenyum pada anggota MPR yang berdiri sepanjang jalan menuju pintu. Di halaman gedung, Ketua MPR membungkukkan badan melepas perginya mobil dengan plat bertulis Indonesia 1 membawa presiden terpilih itu.
![]() |
Halaman 4 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini