Jakarta -
Masa kerja pemerintahan Presiden
Joko Widodo-Wapres
Jusuf Kalla akan berakhir. Masih ada catatan soal tata kelola pemerintahan yang jadi sorotan. Dari mulai koordinasi kelembagaan yang belum efektif hingga merosotnya daya saing.
Seperti diketahui, Jokowi-JK pernah mencanangkan sembilan agenda prioritas yang disebut
Nawa Cita. Agenda itu berisi sejumlah target kerja soal tata kelola pemerintahan, penegakan hukum bebas korupsi, kemandirian ekonomi, hingga revolusi karakter bangsa. Terkait tata kelola pemerintahan, ada dalam poin nomor 2. Begini bunyinya:
2. Kami akan membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, dalam pelaksanaannya, tata kelola pemerintahan di era pemerintahan Jokowi-JK dinilai masih belum efektif. Hal ini ditandai dengan koordinasi kementerian atau lembaga yang belum baik.
"Tetapi kita lihat kementerian dan lembaga ini, masalah koordinasinya. Ini belum efektif. Masih berjalan sendiri, belum terkoordinasi dengan baik. Seperti misalnya apa yang diperintahkan Pak Jokowi untuk tidak melakukan rotasi jabatan, tapi banyak beberapa di antaranya yang masih melaksanakan. Seperti misalnya Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian," kata Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah kepada wartawan, Jumat (18/10/2019).
Trubus juga menyoroti soal tata kelola pemerintahan yang tumpang tindih. Masalah ini, menurutnya, masih terjadi di beberapa kementerian.
"Tumpang tindih pengelolaan masih ada beberapa. Misalnya kebudayaan, seperti Kemenko PMK dan Kemendikbud. Kemenristekdikti, juga misalnya. Riset ini harusnya dipisah, jadinya nggak efektif," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Indef (Institute For Development of Economics and Finance), Enny Sri Hartati menilai agenda nawacita Jokowi-Jk soal tata kelola pemerintahan masih belum terwujud. Hal ini terbukti dari merosotnya indeks daya saing Indonesia.
"Reformasi birokrasi di nawa cita itu kan tata kelola pemerintahan yang bersih kan, sehingga transparan. Sehingga perizinan dan pelayanan itu malah bagus. Tapi ternyata peringkat kita di Global Competitiveness Index (indeks daya saing) kemarin dalam pelayanan birokrasi, regulasi dan peeranan pemerintah dalam itu indeksnya menurun. Sehingga aspek kelembagaan kualitasnya memburuk," kata Enny saat dihubungi, Jumat (18/10/2019).
Untuk diketahui, berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF), Indonesia berada di peringkat ke-50 dengan skor 64.6. Turun 5 peringkat ketimbang 2018 lalu.
Selain itu, Enny juga menyoroti Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) atau Corruption Perceptions Index (CPI). Menurutnya, meskikpun mengalami perbaikan, nilainya masih tinggi.
"Corruption Perceptions Index (CPI) mengalami perbaikan tapi cukup tinggi. Artinya, tata kelola kita masih belum mengalami perbaikan," ujarnya.
Sebagai catatan, CPI Indonesia untuk 2018 naik dibanding angka pada 2017. Pada 2017, angka IPK atau CPI Indonesia 37, sedangkan tahun ini menjadi 38.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini