Tenggat 30 hari sejak ketukan palu paripurna DPR mengesahkan revisi UU KPK terlewat. Sedangkan Presiden Jokowi tak pula menaruh tanda tangannya pada lembaran UU itu, pun menerbitkan Perppu yang ditunggu-tunggu.
KPK pasrah, tapi tidak menyerah. Ketua KPK Agus Rahardjo menuturkan adanya persiapan menghadapi situasi seperti ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita juga menyiapkan Perkom," kata Agus pada Rabu, 16 Oktober 2019.
Perkom adalah singkatan dari Peraturan Komisi, yang merupakan aturan internal di KPK. Perkom itu disebut Agus sebagai langkah antisipasi berlakunya UU KPK pada 17 Oktober 2019.
![]() |
"Kalau itu langsung berlaku kan seperti yang pimpinan sudah bukan penyidik, sudah bukan penuntut itu ada implikasinya ke dalam. Nah, oleh karena itu, kita di dalam perkom itu kan menjelaskan in case nanti, misalkan itu diundangkan yang tanda tangan sprindik siapa, itu sudah kita tentukan, ada di dalam dalam perkom itu," kata Agus memberikan satu contoh dampak berlakunya UU KPK baru.
Memangnya apa lagi dampak UU KPK baru itu?
Jauh-jauh hari sebenarnya KPK telah memaparkan setidaknya 26 poin dalam UU KPK baru yang berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi. Daripada panjang-lebar dijelaskan, lebih baik dicek langsung pada pranala di bawah ini:
Baca juga: KPK Beberkan 26 Poin Pelemahan di UU KPK |
Nah, salah satunya yang paling krusial dari poin-poin itu adalah mengenai penyadapan yang wajib mendapatkan izin dari Dewan Pengawas KPK. Padahal, penyadapan menjadi salah satu kewenangan istimewa KPK sebelum melakukan operasi tangkap tangan atau OTT.
"Ada beberapa perubahan kewenangan penindakan yang berisiko melemahkan KPK. Penyadapan sudah dibatasi di tahapan penyelidikan dan penyidikan saja, tidak bisa lagi di tahap penuntutan, nanti begitu Dewan Pengawas ada, maka dibutuhkan izin penyadapan dan dengan waktu yang terbatas," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah pada Selasa, 15 Oktober 2019.
Menilik pada UU KPK baru, perihal penyadapan tercantum pada Pasal 12 B. Untuk melakukan penyadapan--disebutkan dalam pasal itu--pimpinan KPK harus mengajukan izin tertulis terlebih dulu ke Dewan Pengawas.
Berikut ini bunyi Pasal 12 B ayat 1:
Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas.
Yang menjadi persoalan adalah belum ada Dewan Pengawas yang terbentuk karena harus ditunjuk Presiden untuk pertama kali, setelahnya akan melalui seleksi. Lantas, KPK harus meminta izin pada siapa bila ingin melakukan penyadapan karena belum terbentuk Dewan Pengawas?
Bila menilik lebih dalam UU KPK hasil revisi, terdapat pasal baru yang dapat menjawab pertanyaan di atas. Dalam Pasal 69 D UU KPK baru disebutkan KPK tetap dapat bekerja sebagaimana biasanya sebelum Dewan Pengawas terbentuk.
Berikut ini bunyi Pasal 69 D UU KPK hasil revisi:
Sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum Undang-Undang ini diubah.
Melihat kondisi seperti ini, KPK setidaknya masih bisa sedikit berharap. Bahkan Ketua KPK saja tegas menyampaikan bila OTT tetap dilakukan bilamana perlu sepanjang masa peralihan ini.
"KPK berjalan seperti biasa, tidak ada yang berubah, jadi misalkan besok ada kasus yang misalkan ini belum tentu ya, misalkan besok ada penyelidikan yang sudah matang perlu ada OTT ya kita lakukan OTT," kata Agus.
Simak Video "Mahasiswa Demo di Dekat Istana Tagih Perppu KPK"
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini