Saat Prabowo Satukan 2 Kubu Gerindra Lewat Kisah Lincoln-Mao Zedong

Saat Prabowo Satukan 2 Kubu Gerindra Lewat Kisah Lincoln-Mao Zedong

Marlinda Oktavia Erwanti - detikNews
Kamis, 17 Okt 2019 15:50 WIB
Sandiaga Uno (Dok. Gerindra)
Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno menyebut sempat ada dua kubu di dalam partainya, yakni yang mendukung merapat ke pemerintah dan yang tetap beroposisi. Sandi menyebut Prabowo Subianto sebagai ketua umum mempersatukan dua kutub tersebut lewat tiga kisah tokoh dunia.

"Saya bagian dari kubu yang menginginkan kita harus tetap sebagai checks and balances dan ini akan dihargai pendukung kita dan ada sebagian teman-teman Gerindra yang bilang kita bisa melakukan seandainya kita ada dalam position of power atau bagian dari yang bisa mengeksekusi tersebut kebijakan," kata Sandiaga di kediamannya, Jalan Pulombangkeng, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (17/10/2019).


Cerita pertama soal eks Presiden Amerika Serikat (AS) Abraham Lincoln dengan yang bertahun-tahun bersaing dengan politikus senior William H Seward. Saat Lincoln terpilih menjadi presiden, dia justru menunjuk Seward menjadi secretary of state, posisi ketiga tertinggi di pemerintahan Amerika.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seward akhirnya nanya, 'Lo, kamu tahu kan, saya benci banget sama kamu, kenapa kamu menawarkan posisi luar negeri ini kepada saya?'. Jawaban Abraham Lincoln ini yang membuka mata para penasihat dan pendukungnya maupun pendukung Seward juga," kata Sandiaga.

"'Iya saya tahu kamu benci sama saya, bilang saya monyet dan saya juga benci banget sama kamu. Tapi ada satu hal yang tidak bisa dibantahkan dua dari kita memiliki kecintaan luar biasa kepada United States of America dan karena kecintaan kepada USA dan saya butuh masukan bukan asal Bapak senang, dari bukan orang yang memberikan masukan yang ingin saya dengar, saya butuh Anda sebagai orang terdekat dengan saya'. Itu cerita pertama," tuturnya.



Cerita kedua soal Panglima Perang Toyotomi Hideyoshi yang melawan Tokugawa Ieyasu. Keduanya sama-sama memiliki pasukan perang yang kuat dan besar.

Namun, malam sebelum keduanya berperang, Sandi melanjutkan, Hideyoshi bertemu dengan Tokugawa secara empat mata. Mereka kemudian memutuskan membatalkan perang agar tidak timbul korban jiwa. Perseteruan keduanya pun lalu diselesaikan dengan perundingan damai.


"Kata Yoshi, 'Saya tahu Tokugawa ada 70 ribu tentara kuat di belakang Anda, kuat tangguh dan anak muda, yang akan berperang melawan pasukan saya. Dan saya juga yakin ada 70 ribu kekuatan di belakang saya. Tentara-tentara tangguh anak muda yang kuat yang bisa ukirkan masa keemasan daripada Nippon, daripada Jepang ke depan. Dan mungkin sekali Anda bisa menang dan bisa mengalahkan saya'," kata Sandiaga.

"'Tapi saya yakin akan banyak sekali anak-anak muda yang akhirnya meninggal, cacat, maupun terluka. Dan seandainya saya menang, sama akan banyak yang mati. Oleh karena itu, karena kita sama-sama dengan cinta ke Nippon dan menghindari keterbelahan kenapa kita nggak sepakat untuk tidak berperang besok. Selesaikan dalam bentuk perundingan'," sambung dia.



Selanjutnya, cerita ketiga tentang Mao Zedong (Tse Dong) pendiri Republik Rakyat China (RRC) dengan rivalnya yang bernama Deng Xiaoping. Bahkan, kata Sandiaga, perseteruan itu sampai melibatkan putra Deng Xiaoping yang dianiaya hingga cacat oleh tentara Mao.

Sandi melanjutkan, setelah Mao terpilih sebagai presiden, Deng justru ditunjuk menjadi Sekjen Partai Komunis China. Mao meminta Deng melupakan perselisihan keduanya dan saling bekerja sama membangun RRC.


"Dan Deng waktu datang tanya, 'Chairman Mao kamu benci saya dan tidak setuju dengan cara saya, saking bencinya kirim pesan anak saya dibuang dari lantai 2 hingga cacat'. Mao bilang 'Jangan, jangan bicarakan masa lalu'. Deng juga setuju jangan bicarakan masa lalu. Kita melihat ke depan RRC yang kuat," ungkap Sandiaga.

Dari cerita tersebut, Sandiaga bisa menyimpulkan pemikiran Prabowo terkait masuk atau tidaknya ke koalisi. Apa pun yang diputuskan, menurut dia, adalah karena kecintaan terhadap bangsa dan negara.

"Nomor dua, melihat ke depan. Jangan lihat ke belakang. Nomor tiga hindari perpecahan. Dengan begitu plong dan jelas posisi Gerindra. Jangan spekulasi. Keputusan ada di tangan Presiden. Jadi kita jangan juga membebani dia. Dia akan ambil keputusan dengan ketenangan jiwa," kata dia.
Halaman 2 dari 3
(mae/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads