"Memang tanpa ketentuan peralihan, timbul problematika tersendiri dalam proses transisi UU lama ke UU baru. Salah satu permasalahan yang timbul adalah pelaksanaan kewenangan," ucap Feri Amsari yang merupakan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Kamis (17/10/2019).
Dalam UU KPK baru, disebutkan bahwa proses penegakan hukum di KPK perlu persetujuan Dewan Pengawas. Di sisi lain, Dewan Pengawas saat ini belum terbentuk karena ini adalah hal baru dalam UU KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dari argumen itu, Feri menilai persoalan tidak begitu saja selesai. Dia mencontohkan adanya kontradiksi antara Pasal 69 D itu dan Pasal 70 C dalam UU KPK baru.
"Pasal 69 D menentukan bahwa UU lama tetap diberlakukan terkait kewenangan KPK sampai terbentuknya Dewan Pengawas. Sementara Pasal 70 C menghendaki bahwa dalam menjalankan kewenangan KPK tunduk kepada UU baru. Dari sini kita dapat mengetahui ada masalah besar dengan UU kita ini," kata Feri.
Berikut ini bunyi kedua pasal itu:
Pasal 69 D
Sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum Undang-Undang ini diubah.
Pasal 70 C
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Menurut Feri, KPK tetap dapat bekerja seperti biasa sampai nantinya pimpinan baru dan Dewan Pengawas dilantik. Namun dia tetap mendorong Presiden Jokowi mengeluarkan perppu lantaran isi dari UU KPK baru itu berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi.
"Perlu dan harus (Jokowi menerbitkan perppu). Wong UU-nya kacau begitu," kata Feri.
Simak video Sehari Jelang UU Baru Berlaku, KPK Sudah Kantongi 20 OTT di 2019:
(dhn/fjp)