Belakangan, Gerindra yang paling santer diisukan gabung ke pemerintahan. Isu tiga kursi menteri mencuat sebagai deal-dealan politik sebelum Jokowi umumkan kabinet jilid II.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gerindra partai besar, pasti punya strategi dan pertimbangan tertentu. Kalau mau gabung ke Pak Jokowi, itu hak Gerindra. PKS menghormati dan tetap bersahabat," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera di kompleks DPR, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Meski demikian, Mardani menilai tetap akan ada oposisi setelah Jokowi mengumumkan kabinet nanti. Dia memprediksi akan ada partai yang kurang puas dengan porsi di kabinet yang disampaikan.
"Tetap kami pun kalau pada ujungnya, walaupun saya nggak yakin ya pada pengumuman 20 atau 21 Oktober nanti boleh jadi ada banyak yang jadi oposisi juga. Ya ketika pengumuman kabinet tidak sesuai dengan harapan, harapan 3-4 menteri ternyata cuma 1 kan atau nggak ada, kan itu semua hak prerogatif Presiden," ujarnya.
PKS berharap Gerindra tetap menjadi penyeimbang demokrasi sebagai oposisi. Menurut Mardani, oposisi yang sehat yakni oposisi yang kuat.
"Walaupun tetap secara etika dan logika harapan kami oposisi yang sehat, bukan oposisi yang kecil, tapi oposisi yang kuat," sambungnya.
Lebih lanjut, PKS sendiri baru akan bertemu Jokowi setelah penetapan kabinet. Mardani menegaskan, pertemuannya dengan Jokowi bukan untuk ikut campur, melainkan sekadar silaturahmi.
"PKS tidak dalam posisi ke Istana untuk cawe-cawe. Kalau sudah penetapan, jadi Presiden wajar setiap partai berkomunikasi, tapi tetap pada posisi di luar pemerintahan atau oposisi," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) menekankan tidak ada masalah jika pada akhirnya PKS harus menjadi oposisi sendirian. Menurut PKS, fungsi kontrol terhadap pemerintah tetap akan berjalan.
"Jadi kami tidak takut sendirian karena pada hakikatnya nanti kawan-kawan kami anggota DPR akan melakukan kritik terhadap hal-hal yang tidak sesuai dari yang seharusnya atau janji kampanye," ujar HNW.
PKS memberikan gambaran bahwa anggota DPR yang berasal dari koalisi Jokowi juga bisa mengkritik pemerintahan. Fungsi kontrol bisa semacam menagih janji kampanye Jokowi.
"Jadi dalam sistem presidensial semacam ini seharusnya seluruh anggota DPR itu melakukan kontrol. Kalau program pemerintahnya tidak bagus, bermasalah, Anda lihat rapat-rapat di komisi semuanya begitu kritis terhadap program pemerintah," kata Wakil Ketua MPR ini.
PKS pun masih melihat waktu yang pas untuk bertemu Jokowi. PKS tidak ingin dikesankan seolah meminta kursi menteri.
"Sama juga kalau Pak Presiden mengundang para pimpinan partai saya kira baik-baik saja, hanya kalau dalam pendapat kami PKS timing juga dipentingkan," sebut HNW.
Halaman 2 dari 3











































